I
n reality, there is, perhaps, no one of our natural passions so hard to subdue as pride. Disguise it, struggle with it, beat it down, stifle it, mortify it as much as one pleases, it is still alive, and will every now and then peep out and show itself; you will see it, perhaps, often in this history; for, even if I could conceive that I had compleatly overcome it, I should probably be proud of my humility.[Thus far written at Passy, 1741]Adalah suatu hal yang lumrah apabila seseorang ingin dihargai hasil kerja kerasnya. Dan, adalah hal yang sangat wajar apabila seseorang merasa bangga saat berhasil mencapai kesuksesan yang diidamkannya.
Bayangkan, betapa bangganya seorang penulis saat buku pertamanya diterbitkan suatu penerbit. Mungkin dia akan pergi ke toko buku atau distributor buku barunya itu dan memborong buku tersebut untuk dibagikan kepada teman-temannya. Demikian pula saaat seorang pelajar atau Mahasiswa. berhasil naik ke jenjang yang lebih tinggi dalam pendidikannya. Seseorang yang berhasil mendapat promosi di tempat kerjanya juga demikian. Sama dengan seorang pencinta yang diterima menjadi pasangan hidup oleh pujaan hatinya.
Kebanggaan yang sehat adalah kebanggaan yang tidak membuat lupa daratan. Dia tetap mengingat jasa orang-orang yang membantunya mencapai kesuksesan, baik langsung ataupun tidak langsung. Dan yang paling penting adalah dia tidak lupa bahwa semua yang telah dia capai hakikatnya adalah anugerah dan karunia Allah SWT.
Kebanggaan yang sehat berasal dari mentalitas berkelimpahan atau abundance mentality. Menurut Steven Covey, mentalitas ini menganggap bahwa masih ada banyak sumber daya di luar sana, untuk semua orang. Berlawanan dengan mentalitas berkelangkaan atau Scarcity Mentality yang menganggap hanya ada tersedia sedikit sumber daya di luar sana. Jika sebagian sudah diambil orang lain, maka hanya akan tersisa sedikit untuk saya.
Kebanggaan yang sehat hanya bisa dicapai dengan hasil usaha keras yang dikerjakan sendiri. Kebanggaan yang diperoleh dengan usaha yang lebih kecil/sedikit daripada yang seharusnya dilakukan adalah kebanggan semu. Suatu kebanggaan yang segera akan berakhir seperti air di daun keladi atau kayu yang lapuk dimakan rayap. Sedikit guncangan sudah mampu untuk menghancurkan kebanggaan seperti itu.
1. Bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat kesuksesan yang berhasil dicapai. Bersyukur tentu bukan cuma di hati dan perkataan namun juga menggunakan kesuksesan dan semua hasilnya dalam rangka ibadah kepadaNya. QS Ibrahim 7
Abu Bakar Ash Shidq sangat mengetahui esensi sebuah pujian. Bahwa pujian hakikatnya disebabkan karena persepsi atau dugaan orang lain terhadap keberhasilan kita. pada saat menerima pujian beliau berkata "Janganlah Engkau siksa aku karena apa yang mereka tidak ketahui dan jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka duga".
2. Mengarahkan energi pujian yang dia terima kepada orang-orang yang berjasa atas kesuksesannya. Mulai dari ayah dan ibunya, guru-gurunya baik guru formal atau non formal dan lain sebagainya. Sesungguhnya, semua orang yang pernah kita temui adalah guru bagi kita, walaupun terkadang kita tidak menyadarinya.
3. Jangan lupa "cuci piring sesudah pesta usai". Maksud metafor tersebut adalah kesuksesan menuntut penerimanya untuk belajar lebih giat, bekerja lebih keras dan memikul beban tanggung jawab yang lebih besar. Seseorang yang telah berhasil meraih gelar sarjana dari suatu perguruan tinggi harus terus belajar agar ilmunya tetap up to date. Seorang penulis yang sudah berhasil menerbitkan buku harus terus belajar agar bisa menulis buku kedua atau mempersiapkan edisi revisi bukunya apabila harus dicetak ulang. Seorang karyawan yang naik pangkat atau mencapai jenjang karier yang lebih tinggi harus mempersiapkan dirinya untuk memikul beban tanggung jawab pada jenjang tersebut.
4. Menggunakan pengaruh yang didapatkan dari kesuksesan tersebut untuk menjadi berkah dan kebaikan pada sesama. Orang sukses lebih menarik untuk didengarkan perkataannya dibandingkan orang gagal. Muhammad Yunus, saat menerima Nobel Perdamaian tahun 2006, menyampaikan pada seluruh dunia visi beliau tentang dunia yang sama sekali bebas dari kemiskinan. Beliau menggunakan kesempatan itu untuk mengatakan bahwa tempat yang paling cocok untuk kemiskinan adalah museum.
5. Tidak memandang rendah orang-orang yang lebih rendah posisinya. Suatu ketika, Rasulullah SAW pernah ditanya "Ya Rasul apakah apabila seseorang senang mengenakan pakaian yang indah bisa disebut sombong?" Rasul menjawab "Allah SWT Maha Indah dan menyukai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan meremehkan atau memandang rendah orang lain".
dengan menerapkan kiat-kiat di atas, Insya Allah kebanggan kita akan berubah menjadi rasa syukur dan bukan kesombongan.
Sebagian materi tulisan terinspirasi dari materi Luck Factor-nya
SEFT Total Solution TrainingReferensi:
Farid Poniman, Indra Nugroho,
Jamil Azzaini , Kubik Leadership
Steven Covey, Tujuh Kebiasaan manusia yang sangat efektif (The 7 Habits of Highly Effective People)