
Perjalanan mengarungi lautan luas tentu bukan perjalanan aman tanpa resiko. Apalagi tujuan mereka adalah dareah Gaza yang masih dibayangi penjajahan Zionis lakntaullah. Mavi marmara bukanlah kapal perang seperti yang mengangkut tentara sekutu saat mereka menyerbu pantai Omaha tahun 1944, yang dalam sejarah dikenal dengan D day. Mavi Marmara bukanlah pula kapal dagang zaman kolonial yang mengangkut hasil bumi negeri-negeri jajahan. Marvi Marmara bukanlah kapal yang yang mengangkut harta berharga sehingga menjadi incaran para bajak laut dan perompak. Marvi Marmara adalah sebuah kapal yang membawa para relawan yang mengantar bantuan untuk para penduduk Gaza. Kapal itu hanya berisi bahan makanan, obat-obatan dan generator pembangkit tenaga listrik. Seluruh muatan yang ada di kapal itu hanya untuk penduduk Gaza yang terisolir, kelaparan dan kedinginan. Tidak ada senjata atau bahan berbahaya di dalam kapal itu. Kecuali tentu saja jika ada yang sedemikian paranoid sehingga menganggap pisau dapur sebagai senjata yang sama berbahaya dengan senapan serbu dan bahan-bahan peledak.
Namun, adegan yang terjadi pada malam itu di atas kapal Marvi Marmara jauh lebih mengerikan daripada peperangan. Jauh lebih menakutkan daripada perampokan para bajak laut. Yang terjadi adalah pembantaian terhadap awak kapal dan relawan oleh sepasukan tentara terlatih bersenjata lengkap namun tak punya hati nurani. Para relawan dan awak kapal terpaksa harus melawan semampu mereka dengan alat seadanya. Akibat dari perkelahian tidak seimbang tersebut, belasan penumpang kapal itu meninggal dunia, sementara puluhan lainnya luka-luka.
Mavi Marmara bukanlah sekedar kapal pengangkut bantuan. Mavi Marmara adalah harga sebuah amanah. Apapun resikonya, amanah tetap harus dijaga dan disampaikan keapda yang berhak, dalam hal ini rakyat Gaza. Rasulullah SAW menjelaskan bahwa yang paling ringan dari agama ini adalah mengucapkan dua kalimah syahadat dan yang paling berat adalah menjaga amanah. NIlai keimanan manusia adalah seberapa kuat dia mampu menjaga amanah yang diberikan kepadanya. Amanah memiliki akar kata yang sama dengan Iman dan Aman. Orang beriman mampu menjaga amanah yang diberikan kepadanya sehingga orang lain merasa aman dengannya.
Dalam khutbahnya Rasulullah SAW, yang diriwayatkan Anas, beliau bersabda : "Tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki amanah, dan tidak agama bagi orang yang tidak memegang janji". (HR.Ahmad dan al-Bazzaar). Syaikh Muhammad al Ghazali dalam bukunya Akhlak Seorang Muslim mengatakan, menjaga amanah ialah menunaikan dengan baik hak-hak Allah SWT dan hak-hak manusia tanpa terpengaruh oleh perubahan keadaan, baik susah maupun senang.
Mavi Marmara adalah juga hikmah dan pelajaran. Pelajaran tentang pengorbanan dan kebahagiaan. Betapa banyak orang yang bersedia merepotkan diri, bersusah payah dan bahkan berkorban waktu, tenaga dan jiwa raga untuk keselamatan dan kebahagiaan sesama. Mungkin dengan bersikap egois dan tidak peduli pada sesama, orang dapat mencapai kesenangan. Namun, kebahagiaan hanya dapat diraih dengan berbagi dan berkorban bagi orang lain. Walaupun harus berpeluh keringat, berlinang air mata, bersimbah darah, bahkan meregang nyawa.
Mavi Marmara adalah juga pelajaran tentang cinta. Cinta para relawan dan awak kapal pada penduduk Gaza. Cinta antar manusia pada sesamanya yang menderita tanpa memandang agama dan keyakinan, tanpa memandang ras dan perbedaan warna kulit. Cinta yang terbebas dari penjajahan budaya materialistik dan kapitalistik nan hedonis. Banyak orang yang mengabdikan diri dalam aksi-aksi kemanusiaan adalah orang-orang yangtidak beragama. Namun, mereka tleah merasakan nikmatnya menjadi relawan, nikmatnya berbuat baik pada sesama. Berbuat baik adalah fitrah bagi manusia, melalui perbuatan2 itu, manusia menemukan ketentaraman dan keadamaian batin. Namun, bagi seroang muslim, perbuatan2 itu tentu harus pula bernilai ibadah
Mavi Marmara adalah bukti bahwa amanah, pengorbanan dan cinta tidak pernah terpisahkan. Ketiga hal tersebut membentuk suatu sinergi yang memancarkan energi dan berkah bagi sesama.
Mavi Marmara adalah juga pelajaran tentang kewaspadaan. Kini mata dunia internasional, walaupun mungkin belum semua, telah terbuka untuk mengetahui siapa musuh kemanusiaan yang sesungguhnya. Siapa yang tega menyerang awak kapal dan relawan tak bersenjata dengan tentara bersenjata lengkap. Siapa yang tega membiarkan penduduk Gaza mati kelaparan sesudah beberapa waktu yang lalu membombardir para penduduk itu secara membabi buta.
Orang-orang yang di dalam Al Quran surat Al Fatihah disbut dengan Maghdub. Yaitu orang-orang yang menyimpan Ghadab dalam hati mereka. Ghadab adalah dendam kesumat bagai bara api yang tidak akan padam walau disiramkan padanya air seluruh lautan. Dendam membara bagai bom waktu yang setiap saat siap meledak tanpa bisa diduga. Dendam yang berasal dari kebanggan rasial yang semu belaka, yang tidak ada artinya dalam pandangan Allah SWT. Namun, kebanggaan itu menghasilkan manusia-manusia bengis dan sadis, yang hatinya penuh kedengkian dan dendam pada semua manusia selain bangsanya.
Amerika serikat sang negara adidaya gagah perkasa tiada tanding di kolong langit, ternyata masih seperti kerbau di ladang. Sementara si zionis seperti anak gembala dengan riang bermain seruling di atas sang kerbau yang perkasa namun bebal otaknya
Mavi Marmara adalah juga pelajaran tentang sejarah dan perubahan. Memang sekarang kaum zionis masih berkuasa dengan keangkuhan dan arogansi yang luar biasa. Namun, cepat atau lambat angin perubahan akan berhembus tanpa bisa dicegah oleh siapapun dan apapun, sebagaimana yang telah terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia. Namun, tragedi ini juga menjadi bukti bahwa banyak manusia tidak pernah belajar dari sejarah. Mereka menghafal tahuh-tahun terjadinya peristiwa penting, yang banyak diantaranya adalah peristiwa-peristiwa berdarah. Mereka mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Tetapi mereka jarang sekali, kalau tidak mau mengatakan tidak pernah, mengambil hikmah dan pelajaran dari sejarah itu sendiri. Oleh karena itu George Santayana, seorang filsuf, pernah berkata: <i>"Those who forget the past are condemned to repeat it"</i> (mereka yang melupakan sejarah akan dikutuk untuk mengulanginya).
Perubahan adalah sunatullah yang tidak bisa dihindari. Sesuatu yang kecil suatu saat akan bisa menjadi besar. Sebaliknya, sesuatu yang besar suatu saat bisa menjadi kecil, bahkan hilang sama sekali. Sepanjang sejarah, para diktator dan tiran sudah datang silih berganti. Mereka berkuasa secara absolut layaknya Tuhan yang menguasai seluruh Alam Semesta. Namun, mereka kini sudah menjadi bagian dari sejarah. Nama mereka, yang dulunya disebut dengan penuh rasa takut seraya bergetar, kini tak lebih dari kata yang ringan untuk diucapkan.
Mavi Marmara bukanlah tragedi kemanusiaan yang pertama. Dan pasti juga bukan yang terakhir. Selama kejahatan Zionis masih merajalela di muka bumi ini, maka tragedi-tragedi kemanusiaan selanjutnya masih akan terjadi, tanpa bisa diduga bagaimana, kapan, di mana dan siapa yang akan menjadi korbannya.