Kamis, 29 Juli 2010
Rabu, 28 Juli 2010
peluncuran buku terjemahan "Islam dan Sekularisme" karya Prof. Syed Naquib al-Attas..
Start: | Aug 8, '10 08:00a |
End: | Aug 8, '10 12:00p |
Location: | Auditorium FPIPS, gedung FPIPS Lantai 6 Universitas Pendidikan Indonesia jalan Setiabudi 299 Bandung |
PENDAHULUAN
Hubungan Islam dan Barat ternyata cukup rumit untuk digambarkan, apalagi setelah munculnya beberapa tesis yang mengandaikan wujudnya konflik yang berterusan antara keduanya. Tak pelak lagi Islamofobia dibalas dengan xenofobia, liberalisme dibalas dengan radikalisme dan ekstrimisme. Di tengah-tengah kegalauan dunia masa ini maka wajarlah kita merenung kembali ranah pemikiran Islam masa kini dan mencari wacana yang segar dan serius, juga menelaah gagasan yang konstruktif dan cerdas. Jika Huntington muncul dengan teori clash of civilizations-nya, ternyata jauh sebelumnya al-Attas telah mengutarakan wujudnya benturan pemikiran antara Islam dan Barat dengan apa yang disebut sebagai ”the perpetual clash of worldviews between Islam and the West” (pertembungan kekal antara pandangan alam Islam dan Barat). Lalu apakah yang dimaksudkan dengan clash of worldviews? Bagaimanakah seharusnya umat Islam menyikapinya? Apakah kaidah untuk memenangi pertembungan pandangan alam ini? Semua persoalan ini dan banyak lagi akan coba dikupas oleh para pemateri di dalam seminar ini. Dalam seminar ini juga akan diadakan peluncuran buku terjemahan Islam dan Sekularisme karya Prof. Muhammad Naquib al-Attas yang sangat penting dalam ranah pemikiran Islam kontemporer.
Seminar bertajuk "Benturan Pandangan Alam (Clash of Worldviews) Antara Islam dan Barat" ini menghadirkan:
1. Prof. DR. Wan Mohd Nor Wan Daud
2. DR. Khalif Muammar
3. DR. Adian Husaini
4. DR. Endis Firdaus
Kegiatan akan dilaksanakan di Auditorium FPIPS, gedung FPIPS Lantai 6 Universitas Pendidikan Indonesia jalan Setiabudi 299 Bandung
Infaq Masuk : Rp 25.000 (umum), Rp 10.000 (mahasiswa nama lengkappekerjaanlembaga

Selasa, 27 Juli 2010
[Renungan] Tabrak Lari dan kezaliman
Al-Qashah, 28:77. … berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah Telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Sore ini saya mendengar kabar duka, seorang supir dari tetangga meninggal dunia karena tabrak lari. Sebagaimana namanya, tabrak lari adalah suatu tindakan yang tidak bertanggung jawab. Semua orang yang mendengar kata tabrak lari tentu menyalahkan si pengendara kendaraan tersebut, baik roda dua, empat atau berapapun rodanya.
Namun, sebenarnya apakah ada orang yang sengaja ingin melakukan tabrak lari? Memang, mungkin metode ini bisa jadi merupakan teknik membunuh yang cukup baik karena semua orang pasti akan menganggapnya sebagai kecelakaan. Tetapi tentu saja sebagian besar pengguna kendaraan di, mulai dari jalan tol sampai jalan kampung bukankah pembunuh sadis berdarah dingin. Mereka adalah manusia biasa yang punya kelebihan dan kekurangan. Sama-sama manusia berjasad dan memiliki jiwa dan emosi. Bisa saja saat mengendarai mobil, mereka dalam keadaan lelah, tertekan dan sibuk dengan pekerjaan yang tidak mengenal waktu dan perasaan.
Terkadang, korban atau keluarga korban itulah yang menzalimi pelaku penabrakan secara berlebihan. Karena merasa diri sebagai korban, mereka menuntut pelaku penabrakan secara berlebihan. Pengendara kendaraan pelaku penabrakan bisa jadi memang bersalah. Pelaku memang harus mengganti kerugian dan kerusakan yang timbul akibat perbuatannya. Namun, ganti rugi yang tidak proporsional dan tidak memperhitungkan kondisi dan kemampuan pelaku juga merupakan kezlaiman tersendiri.
Memang, orang-orang yang terbentuk dari peradaban dengan sistem sosial yang zalim akan cenderung menzalimi sesama. Segala kejadian diekspoitasi agar menguntungkan diri sendiri walaupun dalam jangka pendek semata.
Sesungguhnya, kezaliman apapun pasti akan kembali kepada yang melakukannya. Islam mengajarkan penganutnya apabila dizalimi untuk membalas seadil-adilnya dan/atau memaafkan. Islam mengajarkan bahwa di atas kebaikan yang setara ada kebaikan yang lebih tinggi. Kebaikan ini disebut ihsan, artinya berbuat kebaikan kepada mereka yang tidak pantas diberi kebaikan, bahkan yang menzalimi kita.
Bisa jadi timbul pertanyaan, apakah itu artinya kita memberi terlalu banyak pada mereka yang zalim pada kita? Mungkin sepintas terlihat seperti itu, namun sesungguhnya semua kebaikan kembali kepada yang melakukannya. Dan yang paling penting, kita tentu ingin agar Allah SWT berbuat Ihsan pada kita. Apabila Dia menegakkan keadilanNya dengan seadil-adilnya, bukan tidak mungkin peluang kita untuk masuk surga selamat dari neraka akan tertutup rapat bagai pintu besi yang dilas sehingga hampir tidak bisa dibuka.
Dari Jarir bin Abdullah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah tak bakalan menyayangi siapa saja yang tidak menyayangi manusia." (HR. Bukhari)
Al-Baqarah, 2:224. Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Semoga bermanfaat dan kita terhindar dari kezaliman dan menzalimi orang lain
Related post: Berbuat baiklah sebagaimana Allah SWT telah berbuat baik kepadamu
Sore ini saya mendengar kabar duka, seorang supir dari tetangga meninggal dunia karena tabrak lari. Sebagaimana namanya, tabrak lari adalah suatu tindakan yang tidak bertanggung jawab. Semua orang yang mendengar kata tabrak lari tentu menyalahkan si pengendara kendaraan tersebut, baik roda dua, empat atau berapapun rodanya.
Namun, sebenarnya apakah ada orang yang sengaja ingin melakukan tabrak lari? Memang, mungkin metode ini bisa jadi merupakan teknik membunuh yang cukup baik karena semua orang pasti akan menganggapnya sebagai kecelakaan. Tetapi tentu saja sebagian besar pengguna kendaraan di, mulai dari jalan tol sampai jalan kampung bukankah pembunuh sadis berdarah dingin. Mereka adalah manusia biasa yang punya kelebihan dan kekurangan. Sama-sama manusia berjasad dan memiliki jiwa dan emosi. Bisa saja saat mengendarai mobil, mereka dalam keadaan lelah, tertekan dan sibuk dengan pekerjaan yang tidak mengenal waktu dan perasaan.
Terkadang, korban atau keluarga korban itulah yang menzalimi pelaku penabrakan secara berlebihan. Karena merasa diri sebagai korban, mereka menuntut pelaku penabrakan secara berlebihan. Pengendara kendaraan pelaku penabrakan bisa jadi memang bersalah. Pelaku memang harus mengganti kerugian dan kerusakan yang timbul akibat perbuatannya. Namun, ganti rugi yang tidak proporsional dan tidak memperhitungkan kondisi dan kemampuan pelaku juga merupakan kezlaiman tersendiri.
Memang, orang-orang yang terbentuk dari peradaban dengan sistem sosial yang zalim akan cenderung menzalimi sesama. Segala kejadian diekspoitasi agar menguntungkan diri sendiri walaupun dalam jangka pendek semata.
Sesungguhnya, kezaliman apapun pasti akan kembali kepada yang melakukannya. Islam mengajarkan penganutnya apabila dizalimi untuk membalas seadil-adilnya dan/atau memaafkan. Islam mengajarkan bahwa di atas kebaikan yang setara ada kebaikan yang lebih tinggi. Kebaikan ini disebut ihsan, artinya berbuat kebaikan kepada mereka yang tidak pantas diberi kebaikan, bahkan yang menzalimi kita.
Bisa jadi timbul pertanyaan, apakah itu artinya kita memberi terlalu banyak pada mereka yang zalim pada kita? Mungkin sepintas terlihat seperti itu, namun sesungguhnya semua kebaikan kembali kepada yang melakukannya. Dan yang paling penting, kita tentu ingin agar Allah SWT berbuat Ihsan pada kita. Apabila Dia menegakkan keadilanNya dengan seadil-adilnya, bukan tidak mungkin peluang kita untuk masuk surga selamat dari neraka akan tertutup rapat bagai pintu besi yang dilas sehingga hampir tidak bisa dibuka.
Dari Jarir bin Abdullah berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah tak bakalan menyayangi siapa saja yang tidak menyayangi manusia." (HR. Bukhari)
Al-Baqarah, 2:224. Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.
Semoga bermanfaat dan kita terhindar dari kezaliman dan menzalimi orang lain
Related post: Berbuat baiklah sebagaimana Allah SWT telah berbuat baik kepadamu
Senin, 26 Juli 2010
Rabu, 14 Juli 2010
menulis cepat
http://www.menuliscepat.com/
salah satu blog yang perlu dikunjungi apabila mau belajar menulis
semoga bermanfaat
salah satu blog yang perlu dikunjungi apabila mau belajar menulis
semoga bermanfaat
Rabu, 07 Juli 2010
ZONAISLAM
http://zonaislam.com/
salah satu situs islam terbaru, silahkan berkunjung semoga bermanfaat
salah satu situs islam terbaru, silahkan berkunjung semoga bermanfaat
[Daily Life] Empati di petang hari
Bukan kebetulan saya merasa mendapat banyak pelajaran tentang empati sore kemarin. Pada mulanya sih karena hendak mengambil HT di Radio D FM, dari mbak Ari. Untuk sampai ke daerah Warung Buncit, yang paling praktis walaupun tidak terlalu nyaman krn jam super sibuk, adalah dengan menggunakan Trans Jakarta alias Busway.
Namun, walau sudah dikasih "privilege" untuk melwati jalur sendiri, terpisah ari kendaran lain, namun tetap saja jalur itu penuh. Bukan karena armada buswaynya banyak, namunbanyak kendaraan pribadi yang ikutan nimbrung di jalur itu. Banyak motor dan mobil yang masuk sehingga si busway pun ikut-ikutan tersendat. Orang yang berdiri dekat saya pun berkata pada temannya "nah, berasa kan, sudah naik busway masih lambat. Makanya, kalau naik mobil jangan masuk jalur busway... ". Yup, sebuah pelajaran yang luar biasa tentang empati. Rela bermacet ria karena bertenggang rasa dengan para pengguna trans Jakarta mungkin bukan pilihan yang menyenangkan, namun dengan mengikuti peraturan seperti itu, semoga ketertiban dan kelancaran yang kita dambakan bersama bisa terwujud. Kebaikan sekecil apapun tentu tidak akan disia-siakan oleh Dia Yang Maha Pemurah.
Setelah bertemu mbak Ari dan meminjam HT, saya sempatkan untuk berkunjung ke Jakarta Book Fair di Senayan. Dalam perjalanan, bis Kopaja yang saya tumpangi berjalan pelan, seperti biasa hendak menambah penumpang. Namun, bis besar yang ada di belakangnya membunyikan klakson berulang kali, tidak sabar hendak mendahului. Mungkin karena penumpang sudah penuh atau ada keperluan lain. Kopaja pun enggan beranjak lebih cepat, sang supir malah berteriak memaki bus yang di belakangnya. "Kita kan sama-sama cari duit ......... bla bla bla". Makian tersebut tidka bisa diterima supir bis besar dan kondekturnya. Makian yang tidak kalah sengit pun terlontar, hingga tidak hanya isi kebon binatang yang keluar namun, maaf, apa yang biasa dibuang ke belakang juga ikutan muncul.
Suasana yang "chaotic" itu membuat saya bergegas keluar dan berjalan kaki ke Istora, walau masih agak jauh.
Di bookfair saya melihat buku yang ditulis oleh teman-teman Kajian Zionisme. Buku yang juga memuat tulisan saya tersebut ada di stand Penerbit Cakrawala, harganya sudah didiskon ... sekalian promosi ..
Namun, walau sudah dikasih "privilege" untuk melwati jalur sendiri, terpisah ari kendaran lain, namun tetap saja jalur itu penuh. Bukan karena armada buswaynya banyak, namunbanyak kendaraan pribadi yang ikutan nimbrung di jalur itu. Banyak motor dan mobil yang masuk sehingga si busway pun ikut-ikutan tersendat. Orang yang berdiri dekat saya pun berkata pada temannya "nah, berasa kan, sudah naik busway masih lambat. Makanya, kalau naik mobil jangan masuk jalur busway... ". Yup, sebuah pelajaran yang luar biasa tentang empati. Rela bermacet ria karena bertenggang rasa dengan para pengguna trans Jakarta mungkin bukan pilihan yang menyenangkan, namun dengan mengikuti peraturan seperti itu, semoga ketertiban dan kelancaran yang kita dambakan bersama bisa terwujud. Kebaikan sekecil apapun tentu tidak akan disia-siakan oleh Dia Yang Maha Pemurah.
Setelah bertemu mbak Ari dan meminjam HT, saya sempatkan untuk berkunjung ke Jakarta Book Fair di Senayan. Dalam perjalanan, bis Kopaja yang saya tumpangi berjalan pelan, seperti biasa hendak menambah penumpang. Namun, bis besar yang ada di belakangnya membunyikan klakson berulang kali, tidak sabar hendak mendahului. Mungkin karena penumpang sudah penuh atau ada keperluan lain. Kopaja pun enggan beranjak lebih cepat, sang supir malah berteriak memaki bus yang di belakangnya. "Kita kan sama-sama cari duit ......... bla bla bla". Makian tersebut tidka bisa diterima supir bis besar dan kondekturnya. Makian yang tidak kalah sengit pun terlontar, hingga tidak hanya isi kebon binatang yang keluar namun, maaf, apa yang biasa dibuang ke belakang juga ikutan muncul.

Suasana yang "chaotic" itu membuat saya bergegas keluar dan berjalan kaki ke Istora, walau masih agak jauh.
Di bookfair saya melihat buku yang ditulis oleh teman-teman Kajian Zionisme. Buku yang juga memuat tulisan saya tersebut ada di stand Penerbit Cakrawala, harganya sudah didiskon ... sekalian promosi ..


Buku yang berkisah tentang penjarah organ tubuh orang-orang Palestina oleh kaum Zionis itu juga dilengkapi tulisan-tulisan tentang Zionisme. Banyak diantara tulisan tersebut yang merupakan hal-hal mendasar yang perlu diketahui siapapun yang berminat mengkaji zionisme. Insya Allah tidak rugi apabila ada diantara sahabat sekalian yang membeli, membaca dan mempelajari isi buku tersebut. Bicara tentang empati, Insya Allah semua tulisan dalam buku itu dapat menggugah empati.
Pulangnya, saat hari sudah malam, saya naik kopaja lagi. Pada saat hendak turun, saya tidak tahu apakah sudah di tempat yang tepat atau belum. Namun, lagi-lagi ketiadaan empati dari supir membuat hati jadi tidak nyaman. "Turun di mana pak" kata supir dengan suara keras. Ya sudah .. Langsugn lompat saja deh, untung selamat ...
Malam, karena belum bisa tidur, saya melihat TV. dari saluran TV luar negeri, ada film berjudul City of Life and Death. Sebuah film yang dibuat berdasarkan "Pembantaian Nanking" yang terjadi tahun-tahun awal pada perang Dunia II. Film tersebut memang cukup sadis, dengan penggambaran pembantaian kekerasan yang vulgar. Namun, di luar segala kontroversi, film tadi bisa membantu kita mengasah empati dan mensyukuri betapa nyaman kehidupan kita ini. Paling tidak, negeri ini belum dilanda perang lagi seperti yang pernah dialami para pendahulu kita dulu.
Empati mungkin bukan segala-galanya, namun tanpa empati, tidak ada hubungan yang bisa dijalin dengan baik, dan kerusakan hubungan sudah lebih dari cukup untuk menghancurkan segala-galanya.
Semoga bermanfaat
Pulangnya, saat hari sudah malam, saya naik kopaja lagi. Pada saat hendak turun, saya tidak tahu apakah sudah di tempat yang tepat atau belum. Namun, lagi-lagi ketiadaan empati dari supir membuat hati jadi tidak nyaman. "Turun di mana pak" kata supir dengan suara keras. Ya sudah .. Langsugn lompat saja deh, untung selamat ...
Malam, karena belum bisa tidur, saya melihat TV. dari saluran TV luar negeri, ada film berjudul City of Life and Death. Sebuah film yang dibuat berdasarkan "Pembantaian Nanking" yang terjadi tahun-tahun awal pada perang Dunia II. Film tersebut memang cukup sadis, dengan penggambaran pembantaian kekerasan yang vulgar. Namun, di luar segala kontroversi, film tadi bisa membantu kita mengasah empati dan mensyukuri betapa nyaman kehidupan kita ini. Paling tidak, negeri ini belum dilanda perang lagi seperti yang pernah dialami para pendahulu kita dulu.
Empati mungkin bukan segala-galanya, namun tanpa empati, tidak ada hubungan yang bisa dijalin dengan baik, dan kerusakan hubungan sudah lebih dari cukup untuk menghancurkan segala-galanya.
Semoga bermanfaat

Selasa, 06 Juli 2010
Al Ghazali mengatakan, manusia punya titik hati. Titik hati ini semakin menyala terang, megnhantarkan energi dari Arsy, jika pemiliknya rajin-rajin menjernihkan dengan ibadah. Setiap manusia punya titik hati. Titik ini harus dinyalakan. Siapapun ia. Seorang pendosa sekalipun -- dari MP mbak Sinta Yudisia
Langganan:
Postingan (Atom)