Sabtu, 31 Desember 2011

[Renungan] Tidak ada yang baru di tahun baru

Apa sih makna pergantian tahun? Pesta pora, hura-hura atau bergembira ria? atau mungkin ada hal-hal lain yang lebih positif untuk dilakukan? Seperti pada tahun tahun sebelumnya, pergantian tahun kali ini pun tidak terlalu berbeda.  Kembang api menggelar memecah gelapnya malam sementara orang-orang berbondong bondong pergi ke keramaian.  Baik di tengah kota, di pantai atau di mana pun. Sesudah itu, saat pagi menjelang, para petugas pun membersihkan sisa sisa pesta semalam.  Tidak lama kemudian, jalanan dan tempat bekas pesat pun kembali bersih.  Seakan-akan tidak terjadi apa-apa.  Begitulah yang terjadi setiap kali pergantian tahun.  Hanya kemasan yang berubah-ubah, isinya tidak ada yang berubah sedikitpun.  Pesta pora, hura-hura dan sejenak melepaskan penatnya beban kehidupan, hanya itu saja.  Sholat dan sedekah? entah apakah kedua hal yang penting itu masih terpikir dalam benak mereka.  Yang penting bersenang-senang dan menghabiskan malam yang datangnya hanya setahun sekali itu.  

Peringatan Tahun Baru Masehi memang pernah terasa berbeda. Yaitu pada saat Tsunami melanda Aceh beberapa tahun yang lalu.  Suasana yang bisanya gegap gempita penuh kmeriahan tiba-tiba mendadak sunyi senyap penuh kesedihan mendalam.  Terasa dekat para korban Tsumani itu pada diri, terasa benar kepergian mereka sehingga tidak tega rasanya berhura-hura merayakan tahun baru yang saat itu datang.  Namun setelah itu, semua seakan terlupakan.  Pada saat perayaan tahun baru berikutnya, nafsu untuk berhura-hura tak lagi bisa dibendung.  Perayaan yang sama gilanya dan sama borosnya, jika tidak mau dikatakan melebihi, kembali terjadi.  Seakan tidak ada hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dari kejadian Tsunami beberapa tahun sebelumnya.  Apakah perlu bencana sebesar Tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya itu terulang kembali? Entahlah.

Pada tahun baru kali ini, perayaan itu pun ditambah aksi sensasional lainnya.  Seorang pesulap, master, mentalist atau apapun namanya menantang maut dengan membiarkan diriinya ditimbun hidup-hidup dalam semen cor seberat 2 ton.  Dia dikubur selama beberapa jam dalam timbunan semen tersebut.  Pada saat malam menjelang, para petugas pun membongkar cor semen tersebut dan mengeluarkan si mentalist.  Sesudah itu, yang dilakukan sama saja dengan tahun-tahun yang telah berlalu.  Count down, hura-hura, maksiat dan lain sebagainya.  Hampir tidak ada nilai positifnya sama sekali.  

Si mentalist boleh saja bangga atas keberhasilannya bertahan hidup dalam timbunan semen dan beton.  Dia juga bisa saja menerima sejumlah uang dan penghargaan lain dari pihak sponsor dan mendapat perhatian dari masyarakat luas.  Namun, mungkin dia tidak sadar bahwa beban yang ditanggung masyarakat miskin jauh lebih berat.  Jika si mentalist terhimpit beton selama beberapa jam, maka banyak rakyat miskin negeri ini yang terhimpit kapitalisme dan kepentingan pemilik modal.  Tanah yang tergusur, tempat tinggal yang terampas serta kehidupan yang penuh ketidakpastian jelas merupakan himpitan yang jauh lebih berat.   Dan bukan hanya untuk beberapa belas jam namun entah sudah berapa tahun atau bahkan entah berapa generasi.

Belum lagi jika kita berbicara tentang penderitaan para saudara kita di Palestina.  Mereka tiap hari harus berhadapan dengan tentara-tentara Zionis yang selalu menghina, melecehkan dan bahkan tidak jarang membunuh dan menyiksa mereka.  Sekedar pertanyaan iseng, apakah si mentalist dapat membawa bantuan makanan dan obat-obatan kepada rakyat Gaza yang masih di bawah penjajahan kaum Zionist? Tentu kita semua sudah tahu jawaban dari pertanyaan retorist ini.  Dan sudah pertanyaan iseng tadi lebih dari cukup untuk menguji mutu dari tayangan sensasional si mentalist itu.    

Sekali lagi, sungguh tidak ada yang baru di tahun 2012 ini, semua masih sama seperti dulu.  Sehingga, sungguh tidak layak pergantian tahun yang tidak ada maknanya sama sekali itu dirayakan besar-besaran.  Apalagi jika harus dengan biaya yang luar biasa besarnya.  

Semoga bermanfaat, mohon maaf bagi yang tidak berkenan

Selasa, 27 Desember 2011

zona djadoel

http://zonadjadoel.blogspot.com/
berbagi bacaan favorit untuk kembali bernostalgia

bisa donlot majalah lama, komik lama dgn gratis

Senin, 26 Desember 2011

Kapitalisme dan Ritual Hampa Makna

Terlepas dari pro dan kontra mengucapkan selamat hari raya suatu agama oleh penganut keyakinan berbeda, hari-hari raya itu sendiri sudah banyak yang kehilangan makna.   Generasi muda, apalagi yang disebut generasi digital, lebih mementingkan kepentinga ego pribadi dan kepuasan sesaat dibandingkan hal-hal yagn bersifat spiritual keagamaan.  Mereka banyak yang menganggap bahwa libur di hari-hari raya keagamaan adalah kesempatan untuk bersenang-senang dan lepas dari beban tanggung jawab di sekolah atau kuliah.  Ada yang mengisi libur dengan bermain games online berjam-jam di warnet, ada yang jalan-jalan dan seabrek kegiatan lainnya yang fun namun hampa makna dan minim manfaat.  

Peradaban sekuler materialistik telah mereduksi ritual-ritual agama menjadi perayaan hampa makna.  Semua diarahkan untuk belanja yang bersifat konsumtif.  Berbagai macam potongan harga ditawarkan sehingga para konsumen pun seakan sulit untuk mengendalikan diri untuk tidak terlalu banyak belanja.  Semua itu demi terus bergeraknya Mesin ideologis bernama kapitalisme. Menjelang bulan Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, para penerbit buku berlomba menerbitkan buku tentang Islam.  Buku-buku agama Islam pun didiskon sekian persen dan sekian persen.  Saat menjelang Natal, giliran buku-buku agama Kristen yang didiskon.  Pemasaran ala kapitalis memang labil dan cenderung mengikuti trend yang berlaku saat itu.  Hari-hari raya keagamaan pun akhirnya tereduksi menjadi trend untuk merancang strategi pemasaran dan melariskan dagangan sebanyak mungkin. 

Dalam situs Voa Islam, terdapat sebuah artikel tentang para karyawan muslim yang merasa keberatan mengenakan atribut suatu agama yang hari rayanya akan segera dirayakan.  Mereka mengadu pada suatu organisasi massa Islam yang langsung mengeluarkan fatwa haram untuk mengenakan atribut tersebut.  Entah fatwa itu didengar dan diperhatikan atau tidak, yang kita lihat di toko-toko masih banyak mengenakan atribut-atribut tersebut.  Entah mereka muslim atau bukan, terpaksa atau suka rela, kita tidak tahu. 

Memang, tidak ada larangan tegas bagi kaum muslimin untuk bekerja pada orang-orang non muslim.  Namun, terkadang timbul konflik antara keyakinan spiritual seseorang dengan peraturan di tempat dia bekerja.  Sebagai contoh, sebuah restoran memiliki kebijakan para pelayannya harus melayani tamu saat jam makan siang, termasuk pada hari Jumat. Padahal karyawan yang muslim wajib untuk sholat Jumat.  Atau jika ada pekerjaan yang mengharuskan seseorang masuk ke "wilayah abu-abu" yang tidak jelas halal-haramnya, terutama dalam hal finansial/keuangan.  Mungkin, karyawan non muslim pun ada yang keberatan apabila harus mengenakan atribut khas muslim seperti peci, baju koko atau sarung (walaupun bukan bagian dari syariat Islam) saat menjelang hari raya Idul Fitri misalnya.  Namun, demi keuntungan material yang hendak diperoleh, semua itu tidak lagi dianggap penting. 

Toleransi memang terkadang terlalu jauh menyentuh aspek-aspek aqidah / keyakinan terdalam dalam kepercayaan seseorang.  Mungkin manusiawi, namun jangan sampai hal itu membuat seseorang harus tertekan hati nuraninya.  Jika berkelanjutan, maka toleransi yang dipaksakan seperti itu bisa menimbulkan depresi dan perasaan bersalah yang mendalam dan sangat menyiksa batin orang-oerang yang masih berusaha memegang teguh keyakinan agamanya. 

Masalah tersebut seharusnya menjadi cambuk bagi kaum muslimin untuk lebih giat lagi membangun kemandirian di bidang ekonomi.  Kaum musimin harus ada yang berani berhijrah dari orang gajian, dalam istilah Pak Valentino Dinsi, menjadi orang-orang yang mampu menggaji saudara-saudaranya yang masih ingin memegang teguh agamanya.  Seorang pengusaha muslim yang baik dan memengang teguh keyakinannya Insya Allah akan berusaha menerapkan Islam semaksimal mungkin di perusahaan yang dia pimpin.  Sholat berjamaah dan ibadah sunnah seperti Sholat Duha akan bisa ditradisikan di dalam perusahaan tersebut.  Yang lebih penting lagi bagi kaum muslimin adalah mengembalikan kembali nilai nilai kesucian dan spiritual yang hilang dari hari-hari raya mereka.  Agar tidak lagi menjadi sekedar ritual hampa makna. 

Semoga bermanfaat, mohon maaf bagi yang kurang berkenan

Kamis, 22 Desember 2011

[Opini] Hari Ibu di Era Digital

Terlepas dari pro dan kontra perayaan Hari Ibu yang jatuh tanggal 22 Desember, besarnya kasih sayang seorangibu pada anaknya tentu tidak perlu di ragukan lagi.  Sejak berjuang untuk melahirkan si anak ke dunia sampai mendidik dan membesarkannya, sungguh tak terbalas jasa seorang ibu.  Sehingga, berbakti pada orang tua, apalagi pada seorang ibu, menjadi sebuah amal sholeh yang besar balasannya dan merupakan kewajiban seoerang anak yang beriman pada Allah dan RasulNya.  

Namun terkadang, banyak anak yang tidak menyadari hal itu dan enggan berterima kasih pada orang tua, terutama ibunya.  Ibu yang melahirkannya ke dunia dan berkorban apapun yang mampu dia korbankan disia-siakan begitu saja.  Bahkan, salah satau ciri akhir zaman menjelang kiamat adalah ketika budak-budak melahirkan tuannya.  Artinya, banyak sekali di zaman kita sekarang ini, anak-anak yang hampir bisa dibilang memperbudak orang tuanya, terutama ibunya.   Banyak dari mereka yang mendapat makanan, uang jajan dan berbagai fasilitas lain dari orang tuanya namun hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan egonya semata.  Seakan-akan, para orang tua adalah rakyat yang membayar pajak untuk membiayai kemewahan hidup para raja dan bangsawan di masa lampau.  

Ketika teknologi digital dan internet hadir di dunia, tontonan, hiburan dan permainan pun berubah.  Permainan-permainan elektronik yang mengandalkan jaringan internet hadir mewarnai kehidupan anak-anak muda.  Banyak anak muda yang menghabiskan waktu berjam-jam tanpa henti dalam permainan-permainan elektronik tersebut.  Orang tua pun kesulitan mengendalikan dan mendidik anak-anak mereka. Sedikit saja terganggu saat bermain games online, banyak anak yang langsung marah-marah dan tidak bisa mengendalikan emosinya.  Seringkali, ayah atau ibu mereka ada yang sampai terpaksa menyambangi warnet-warnet dan pusat-pusat persewaan permainan elektronik itu untuk mencari anak-anak mereka.  Tidak mengherankan apabila Anak-anak seperti itu oleh Marc Prensky disebut Digital Natives atau penduduk asli negeri digital.  Sebuah negeri dimana pertukaran informasi berlangsung serba cepat, serba artifisial dan serba gemerlapan.  Sebuah dunia yang dipenuhi dengan konten Multimedia yang sensasional.  Sebuah dunia yang menjanjikan kenikmatan bagi mereka yang haus akan segala macam sensasi dan kesenangan palsu nan semu.  Jurang pemisah antar generasi muda yang melek digital dan generasi tua yang buta digital makin lebar dan makin sulit untuk dijembatani.  

Sebagaimana sang Penyair Libanon Kahlil Gibran pernah mengatakan "Engkau dapat rumahkan tubuhnya tapi tidak jiwanya, karena jiwa mereka berada di rumah masa depan yang tak dapat kau sambangi bahkan dalam mimpi-mimpimu".  Bukan tidak mungkin, rumah masa depan yang dimaksud Kahlil Gibran telah terwujud dalam dunia yang dilahirkan teknologi digital online yang ada sekarang ini.  Banyak orang tua, terutama Ibu, seakan tak lagi dianggap penting oleh anak-anak yang dilahirkannya sendiri.  Sebagian kaum ibu seakan tertinggal jauh oleh anak-anak mereka.  Kehangatan pelukan dan kasih sayang para ibu pada anak-anaknya seolah tergantikan oleh dahsyatnya gelombang informasi dan hiburan yang dibawa oleh teknologi digital tersebut.  

Kini, apalah artinya hari ibu diperingati dengan berbagai acara dan diabadikan di berbagai situs dan jejaring sosial di internet? Ketika pada saat bersamaan teknologi yang sama telah menyebabkan kasih sayang ibu tercabut dan terpisah dari anak-anaknya yang telah menjadi penduduk sebuah negeri bernama Dunia Digital.  

Senin, 19 Desember 2011

Penting mana, sehat atau cantik?

MMQ: MALAM MUHASABAH MENUJU QALBUN SALIM

Start:     Dec 19, '11 05:00a
Location:     Masjid Baitul Ihsan Bank Indonesia
Tema : "MEMAKNAI SYAHADAT KITA"
Waktu : SABTU 31 DES 2011 S/D 1 JAN 2012
Pukul : 18:00 - 06:00 WIB (6 - 7 SAFAR 1433 H).
Tempat : Masjid Bailtul Ihsan , BI, Jl. Budi Kemulyaan Jakpus.

Nara Sumber :
<> UST. SALIM A. FILLAH (Pengasuh Majelis Jejak Nabi SAW)
<> UST. MUHSININ FAUZI (Pimpinan Lembaga Dakwah Formula Hati)
<> UST M. SUHUD AL-HAFIDZ (Imam Masjid Daarut Tauhiid Bandung)
<> UST FUAD MUHSIN (Daarut Tauhiid Bandung)

GRATIS DAN TERBUKA UNTUK IKHWAN (LAKI2) & AKHWAT (WANITA)

I N F O :
DT JAKARTA : 021 7235255
MQS HOTLINE : 021 70145049
HAFIZ : 021 93647407
UMAR : 085714966579

Sabtu, 17 Desember 2011

[Sosial] Dilema Superblok Ibu Kota

Suatu ketika saat berada di sebuah perkampungan padat, saya melihat beberapa selebaran yagn ditempel di tembok.  Selebaran itu  berisi fotokopi artikel tentang sebuah Mega Proyek pembangunan sentra bisnis terpadu yang sedang dikerjakan di dekat perkampungan tersebut.  Selain artikel, selebaran itu juga berisi ajakan agar warga yang tanahnya akan dijual menahan harga, jangan sampai dilepas dengan harga terlalu murah.  Pihak penyebar selebaran itu mungkin merasa prihatin dengan ketidakmampuan masyarakat mengakses informasi sehingga tidak mengetahui berapa sebenarnya nilai proyek yang akan dibangun di tanah mereka.  

Mega Proyek itu sangat luar biasa, terdiri dari gedung dan aparement serta sarana-saran penunjang lainnya.  Proyek itu bertujuan memadukan tempat tinggal, tempat kerja dan kegiatan bisnis serta rekreatsi keluarga dalam satu kawasan. Sehingga, para penghuninya akan terhindar dari kemacetan Ibu Kota yang sampai hari ini belum juga teratasi.  Sehingga, banyak waktu yang bisa dihemat dan efisiensi kerja serta bisnis bisa ditingkatkan.  Di situs Vivanew.com dapat kita temukan sebuah artikel yang mengulas profil para pengembang superblock seperti proyek itu.

Namun, tentu saja kita tahu siapa saja yang bisa membeli apartement di sana.  Tentu bukan pegawai-pegawai rendahan yang gajinya pas-pasan, yang untuk hidup sehari-hari masih kerepotan. Kalau bukan level manager ke atas ya orang asing.  Merekalah yang mampu secara finansial menikmati semua fasilitas tersebut demi kenyamanan dan gaya hidupnya. Rakyat kecil yang miskin mungkin hanya bisa berjalan - jalan di sekitar kompleks tersebut tanpa bisa menikmati lebih banyak lagi.

Jika informasi yang ada di selebaran itu benar, maka ganti rugi yang diterima masyarakat tidak seimbang dengan nilai mega proyek yang sedang dikerjakan.  Selebaran itu sepertinya dibuat oleh mereka yang peduli dan prihatin akan besarnya ganti rugi yang diterima masyarakat.  Artikel yang disertakan dalam selebaran itu digunakan untuk memberi informasi agar masyarakat sadar siapakah sesungguhnya yang hendak membeli tanah yang mereka tempati.  Sehingga, mereka menyadari hak mereka untuk mendapat ganti rugi yang layak.  Jangan sampai sesudah mereka rela melepaskan tempat tinggal mereka, ternyata mereka tidak bisa mendapatkan tempat tinggal yang layak.  Sudah merupakan rahasia umum bahwa penggusuran seringkali melibatkan banyak kepentingan, mulai dari pengusaha, penguasa, pekerja sampai penduduk yang tanahnya digusur.  Sehingga, persoalan penggusuran menjadi salah satu masalah sosial paling kompleks di negeri ini. 

Satu hal yang seringkali terlupakan adalah bahwa orang-orang miskin juga manusia.  Mereka berhak mendapat tempat tinggal yang layak dan berhak pula mendapat kesempatan untuk hidup layak.  Mereka juga perlu makan, pakaian dan tempat tinggal yang layak.  Seharusnya, tidak boleh ada manusia yang tinggal di tempat yagn tidak layak ditempati sperti emperan toko, jembatan penyebarangan atau kolong jembatan.  Rumah-rumah kumuh yang terletak di gang-gang sempit pun seharusnya tidak ada.  Degnan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, baik dalam bentuk bahan tambang atau hasil pertanian, rakyat Indonesia seharusnya tidak ada yang miskin.  "This country shouldn't be poor" begitu kata John Perkins dalam film dokumenter The New Rulers.

Modal utama untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia adalah adanya kemauan dan keberanian.  HS Dillon pernah mengatakan "Untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia, kita tidak perlu mengemis hutang kepada IMF atau memerlukan bantuan dari lembaga asing.Jika 10% orang terkaya di Indonesia memberikan 20% penghasilannya (bukan harta atau asetnya) maka tidak ada lagi orang miskin di Indonesia pada tahun itu."  (H.S. Dillon, KOMPAS; Selasa, 17 Oktober 2006).  Sehingga, asalkan penduduk negeri ini, terutama yang kaya, tidak begitu serakah, maka kemiskinan akan dengan mudah teratasi.  Minimal kaum miskin bisa bertahan hidup dan bisa memenuhi kebututan hidup mereka yang paling mendasar. 

Namun sayang, peradaban kita sekarang ini adalah peradaban yang memanjakan yang kaya serta menindas yang miskin.  Peradaban yang mengedepankan ego, kepentingan duniawi serta kekayaan materi.  Bukan agama, spiritualitas dan kepedulian pada sesama, terutama mereka yang membutuhkan.  Sehingga, mimpi mewujudkan peradaban yang peduli, beradab dalam lindungan keridhoan Allah subhawataala masih jauh dari kenyataan. 

Semgoa bermanfaat


Sampai saat tanah moyangku
Tersentuh sebuah rencana
Demi serakahnya kota
Terlihat murung wajah pribumi
Terdengar langkah hewan bernyanyi

Di depan masjid
Samping rumah wakil pak lurah
Tempat dulu kami bermain
Mengisi cerahnya hari

Namun sebentar lagi
Angkuh tembok pabrik berdiri
Satu persatu sahabat pergi
Dan tak kan pernah kembali

Ujung Aspal Pondok Gede - Iwan Fals

Minggu, 11 Desember 2011

[Sosial] Bakar Diri Sebagai Sebentuk Kritik Sosial

Beberapa hari terakhir ini, perhatian masyarakat tertuju pada seorang pemuda yang membakar dirinya di depan Istana.  Beragam tanggapan orang menyikapi fenomena yang tidak biasa itu.  Ada yang bilang si pelaku protes atas kinerja pemerintah yang tidak memuaskan sampai yang mengatakan bahwa semua ini hanya untuk cari sensasi.  Apapun motivasinya, hal itu mungkin selamanya akan jadi misteri berhubung si pelaku kini telah meninggalkan dunia untuk selama-lamanya.  Menjatuhkan diri dalam kebinasaan, apalagi dengan cara membakar diri, jelas tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam.  Islam memerintahkan para pengikutnya agar selalu mencari cara-cara konstruktif dalam mengatasi persoalan dan ujian kehidupan.  

Namun, fenomena bakar diri seharusnya menjadi kritik pedas dan masukan berharga bagi pihak penguasa untuk mulai memperhatikan setidaknya mendengarkan keluhan rakyatnya.  Betapa selama ini mereka sudah terlena dengan kenyamanan dan kemewahan sehingga tidak lagi mampu memahami derita rakyat yang miskin dan sengsara.  Mereka yang biasa kenyang dengan hidangan lezat tentu susah merasakan perihnya rasa lapar yang melilit perut sebagian rakyat Indonesia.  Mereka yang selalu berpergian dengan mobil-mobil mewah tentu sulit untuk berempati pada para pekerja yang harus selalu bolak balik menggunakan angkutan umum yang padat, semerawut dan rawan kejahatan.  Mereka yang selama ini kantongnya terus menerus bertambah tebal tentu tidak mampu membayangkan ada orang yang keuangannya sangat terbatas hingga makanan pun hampir tak terbeli.  Kekayaan alam negeri ini yang begitu melimpah ternyata hanya bisa dinikmati segelintir penduduknya.  Yang lain hanya mendapat sisa, itu pun kalau masih ada.  Orang-orang miskin telah menjadi fenomena yang biasa, sehingga terlupakan bahwa mereka juga manusia dan warga negera yang berhak mendapat hak-haknya di negeri ini.  Semua itu seakan mengingatkan kita kembali pada kata-kata sang maestor manajeman Pieter F. Drucker "Tidak ada negara yang miskin, yang ada adalah negara salah urus".  Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun pernah bersabda: "Jika amanat telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi." Ada seorang sahabat bertanya; 'bagaimana maksud amanat disia-siakan? ' Nabi menjawab; "Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu." (HR Bukhari - 6015).  Sehingga, bisa dipahami apabila ada orang yang sudah putus asa lalu protes dengan cara membakar diri.  Apalagi lokasi yang dipilih untuk melakukan tindakan nekat itu adalah di depan istana Negara, simbol dari pemerintahan Indonesia. 

Fenomena bakar diri di depan Istana adalah puncak gunung es dari pesoalan sosial yang sudah lama terpendam di negeri ini.  Kritik sosial pada para penguasa sudah lama dilakukan baik oleh para mahasiswa, sniman maupun rakyat jelata.  Beragam karya mulai dari puisi, karikatur, lagu sampai teater banyak yang menyoroti kinerja pemerintah yang dianggap zalim dan tidak memuaskan.  Beragam talkshow dan parodi politik yang tumbuh subur bagai cendawan di musim hujan semenjak era reformasi seakan tak berpengaruh pada keadaan masyarakat.  Kini, daripada ikut-ikutan bakar diri, mungkin sudah waktunya kita bertanya pada rumput yang bergoyang. 

 

Mungkin Tuhan mulai bosan

Melihat tingkah kita

Yang selalu salah dan bangga

dengan dosa-dosa

Atau alam mulai enggan

Bersahabat dengan kita

Coba kita bertanya pada

Rumput yang bergoyang

 

Ebiet G. Ade, Berita kepada kawan 

Sabtu, 03 Desember 2011

keberanian bagi si penakut

Shaum Sunnah 9 dan 10 Muharram

Start:     Dec 5, '11 04:00a
End:     Dec 6, '11 6:00p
Location:     Everywhere
dakwatuna.com - Dalam Islam ada empat Bulan yang dimuliakan oleh Allah swt. Yaitu, Bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Bulan Rajab. Di bulan-bulan ini umat manusia dihimbau untuk tidak melaksanakan pertumpahan darah. Dan bagi umat Islam, bulan-bulan ini dianjurkan untuk meningkatkan taqarrub ilallah.

Allah swt berfirman : ”Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.“ At Taubah : 36

Rasulullah SAW menganjurkan kepada umat Islam untuk melaksanakan shaum ‘Assyuraa (shaum hari kesepuluh) dari bulan Muharram ditambah dengan shaum sehari sebelumnya atau sesudahnya. Puasa sehari sebelumnya dinamakan Tasu’a, berasal dari kata tis’ah yang artinya sembilan. Karena puasa itu dilakukan pada tanggal 9 bulan Muharram.

Hal ini berdasarkan hadits-hadits yang diriwayatkan para sahabat. Antara lain :

Dari Humaid bin Abdir Rahman, ia mendengar Muawiyah bin Abi Sufyan RA berkata: Wahai penduduk Madinah, di mana ulama kalian? Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Ini hari Assyura, dan Allah SWT tidak mewajibkan shaum kepada kalian di hari itu, sedangkan saya shaum, maka siapa yang mau shaum hendaklah ia shaum dan siapa yang mau berbuka hendaklah ia berbuka.” (HR Bukhari 2003)

Hadits lainnya adalah hadits berikut ini :

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: ketika Rasulullah SAW tiba di kota Madinah dan melihat orang-orang Yahudi sedang melaksanakan shaum assyuraa, beliau pun bertanya? Mereka menjawab, “Ini hari baik, hari di mana Allah menyelamatkan bani Israil dari musuh mereka lalu Musa shaum pada hari itu.” Maka Rasulullah SAW menjawab, “Aku lebih berhak terhadap Musa dari kalian”, maka beliau shaum pada hari itu dan memerintahkan untuk melaksanakan shaum tersebut. (HR Bukhari 2004)

Juga ada hadits lainnya yang terkait dengan apa yang Anda tanyakan :

Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata: pada saat Rasulullah SAW melaksanakan shaum Assyura dan memerintah para sahabat untuk melaksanakannnya, mereka berkata, “Wahai Rasulullah hari tersebut (assyura) adalah hari yang diagung-agungkan oleh kaum Yahudi dan Nashrani”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Insya Allah jika sampai tahun yang akan datang aku akan shaum pada hari kesembilannya”. Ibnu Abbas berkata, “Rasulullah SAW meninggal sebelum sampai tahun berikutnya” (HR Muslim 1134)

Rasulullah SAW bersabda, “Shaumlah kalian pada hari assyura dan berbedalah dengan orang Yahudi. Shaumlah kalian sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya.” (HR Ath-Thahawy dan Baihaqy serta Ibnu Huzaimah 2095)

Fadhilah Shaum ‘Asyura’ (tanggal 10 Muharram) menurut Abu Qotadah bahwa Rasulullah bersabda: “Shaum Arofah menghapus dosa dua tahun, sedangkan shaum ‘Asyura’ menghapus dosa satu tahun sebelumnya.” [HR.Muslim:1162].

Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits di atas beliau berkata: “Yang dimaksud dengan kaffarat (penebus) dosa adalah dosa-dosa kecil, akan tetapi jika orang tersebut tidak memiliki dosa-dosa kecil diharapkan dengan shaum tersebut dosa-dosa besarnya diringankan, dan jika ia pun tidak memiliki dosa-dosa besar, Allah akan mengangkat derajat orang tersebut di sisi-Nya.”

Selamat berpuasa Muharram.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2008/01/359/fadhilah-shaum-bulan-muharram/#ixzz1fOVxfSrU

Bantu bikinin akun Facebook

Kamis, 01 Desember 2011

Orang yang tidak bisa memaafkan orang lain sama saja dengan orang yang memutuskan jembatan yang harus dilaluinya, karena semua orang perlu di maafkan. Thomas Fuller

Mengatasi Beban Emosi melalui Audio Therapy

http://terapi-audio.com/
Terapi Audio untuk mengatasi stress dan depresi karena permasalahan yang spesifik. Jika Anda membutuhkan terapis tetapi belum bisa mengunjungi terapis karena tidak punya waktu, tidak punya cukup dana, atau malu menceritakan masalah Anda, maka Terapi Audio adalah solusinya. Produk audio ini dihadirkan untuk membantu Anda agar dapat menterapi diri sendiri di rumah. Terapi ini tidak menggunakan teknologi Binaural beat atau Brainwave. Ini adalah terapi dalam bentuk panduan sederhana yang mudah diikuti dan InsyaAllah memberikan hasil yang maksimal.