Sabtu siang saya pergi ke tempat Pijat Refleksi karena badan rasanya tidak enak. Maklum saja, malamnya bergadang semalaman, nge-MP dan nonton Youtube (film tentang Prince Kassad dan teman-temaanya), sesekali googling mencari data-data tentang sungai-sungai yang ada di sekitar pinggiran Jakarta sambil terus disiksa rasa penasaran (silakan lihat jurnal ini) tentang foto-foto tempat yang indah, yang dirahasiakan lokasinya itu.
Tempat pijatnya ada di daerah Sumur Batu, jadi saya lewat Jalan Diponegoro ke arah Salemba. Begitu saya lewat depan Bioskop Megaria, ternyata film Ayat Ayat Cinta masih ditayangkan. Padahal kalo tidak salah sudah hampir satu bulan semenjak pemutaran perdana film tersebut. Apakah hal ini ada hubungannya dengan peluncuran Fitna, film kontroversial yang dibuat londo katro tidak bertanggung jawab itu?
Memang, kita akui banyak yang kecewa dengan versi film dari Ayat-Ayat Cinta, tidak seperti yang di Novel. namun, dibandingkan film-film kita yang lain , yang hanya memasang setan-setan berpangkat kopral ke bawah (untuk pangkat para setan, silahkan lihat jurnal ini) tentu masih lebih baik.
Di luar pro dan kontra yang meliputi film AAC, ada baiknya kita melihat hal berikut ini. Kita tentu masih ingat (bagi yang sudah nonton atau baca bukunya) adegan saat Fahri membela Aisha dari orang-orang (yang dianggap) fundamentalis di kereta. Akhlaq Fahri membuat kagum perempuan Non Muslim orang Amerika yang neneknya ditolong Aisha, sehingga di akhir-akhir cerita si Amerika tersebut masuk Islam (versi buku, filmnya belum nonton, he he he).
Terus hubungannya apa dengan filmnya si Londo tadi? Ada kemungkinan bahwa fenomena film Ayat-Ayat Cinta ini menyebar ke seluruh dunia sehingga membuat orang penasaran. Pada waktu masih berupa novel, segmen buku lumayan terbatas walaupun tetap jadi bestseller. Segmen pemasaran novel ini tentu saja kaum muslimin, terutama kalangan ikhwah (saya sendiri tidak tahu apakah kalangan salafi, hizbut tahrir dan yang lainnya turut membaca novel ini).
Sehingga, kalangan pembenci Islam belum menganggap fenomena sastra dan novel-novel Islami sebagai ancaman terhadap hegemoni mereka. Namun, begitu dibuat film, ternyata penonton film tersebut ada berjuta-juta sehingga masa tayangnya di bioskop lumayan lama. Bahkan banyak rekan2 yang bercerita di situs MP mereka bahwa mereka berkali-kali kehabisan tiket! contohnya yang ini Wow
Tentu, tidak perlu menggunakan jasa intel atau agen rahasia untuk memperkirakan dampak yang ditimbulkan film-film seperti ini beberapa belas atau puluh tahun ke depan. Keteladanan Fahri bukan tidak mungkin memberi inspirasi bagi para orang tua muslim untuk mendidik anak mereka berakhlaq baik dan mulia kepada sesama manusia, bahkan non muslim sekalipun, dengan tetap menjaga identitas dan prinsip-prinsip ajaran Islam (ditunjukkan dengan penolakan Fahri untuk berjabat tangan kepada perempuan Amerika tersebut dengan tetap menjaga sopan santun). Bila hal ini berhasil, bukan tidak mungkin akan muncul generasi Islam baru yang berakhlak mulia dan berbudi luhur dengan tetap menjaga identitas dan prinsip-prinsip ajaran agama mereka. Yang mampu menampilkan keindahan dan keluhuran Islam yang selama tertutup kebodohan dan kemadegan ummat Islam itu sendiri.
Maka, bisa jadi karena fenomena AAC tersebut, para pembenci Islam itu mengeluarkan dan menyebarkan film propaganda kontroversial tersebut.
Walhasil, dalam menghadapi badai fitnah yang lebih dahsyat dari Tsunami yang dulu melanda Aceh dan sekitarnya, kita perlu meneladani akhlaq Fahri dan Aisyah, jangan hanya terhibur dengan film dan bukunya sematas.
Semoga bermanfaat
Sabtu, 29 Maret 2008
Ayat-Ayat Cinta versus Fitna
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
13 komentar: