Sabtu, 03 Mei 2008

Freedom Writers

Rating:★★★★★
Category:Movies
Genre: Drama
"In Long Beach, it's all come down to what your look at, it's all about color. If you are Latino, Asian or Black, you can get blasted anytime you walk out the door"

Eva,
Latino Student in Room 203.

Film ini bercerita tentang perjuangan seorang guru sekolah bernama Erin Gruwell menghadapi anak-anak yang sangat bermasalah di room 203. Film ini diambil dari kisah nyata pada dekade 90-an. Kelas itu ada kelas yang warna-warni, maksudnya ada anak-anak orang berkulit hitam alias Afro-Amerika; ada anak-anak orang keturunan Spanyol atau Amerika Selatan, Hispano Amerika alias Latino; anak-anak orang keturunan Asia, terutama Cina dan sebagiainya. Yang menarik, di kelas itu, orang kulit putih hanya satu orang. Entah karena faktor rasisme atau si kulit puith itu benar2 geblek.

Terus terang sudah lama saya tidak mencucurkan air mata saat menonton film tersebut. Menyaksikan betapa mudahnya diri atau orang-orang yang mereka cintai dibunuh atau terbunuh karena sebab-sebab yang sepele seperti lewat di suatu teritori yang telah diklaim oleh satu kelompok, adu mulut, salah omong dan sebagainya tentu bisa membuat orang yang paling keras sekalipun mencucurkan air mata.

Saat yang sangat mengharukan muncul saat Erin mengumpulkan anak-anak untuk memainkan permainan yang disbut Line Game. Dalam permainan itu, dia meminta setiap anak yang memiliki kesesuaian dengan pertanyaan yang diberikan untuk maju mendekat ke garis yang dibuat dengan lakban di lantai. Perntanyaan paling mengharukan adalah pada saat Erin bertanya "Siapa di sini yang memiliki teman yang terbunuh dalam pertikaian antar gang?". Hampir seluruh isi kelas mendekat ke garis. Sebagai bukti bahwa mereka semua pernah kehilangan orang-orang yang mereka cintai karena perang antar gang tersebut. Suasana haru tidak dapat dihindari dan siapapun, sekejam dan sekeras apapun akan mencucurkan air mata saat mengingat teman-teman dan orang-orang yang mereka cintai terbunuh dalam perkelahian-perkelahian antar gang yang terus menerus terjadi.

Bagian utama dari film ini adalah gagasan Erin untuk menyediakan buku-buku tulis agar anak-anak dapat menuliskan curahan hati dan pengalamman mereka. Erin meminta mereka menulis untuk diri mereka sendiri. Dia tidak memaksa mereka memperlihatkan catatan harian tersebut kepadanya, apabila mereka tidak mau. satu demi satu anak-anak tersebut akhirnya menaruh kepercayaan kepada Erin untuk membaca tulisan di diari mereka. Pada akhirnya, mereka pun bersikap terbuka kepadanya. Cuplikan-cuplikan diari yang ditayangkan sepanjang film sungguh sangat menggugah perasaan. Diary itu sudah dibukukan dan diterbitkan tahun 1999.

Perjuangan Erin bukan hanya menghadapi murid-murid itu. Dia juga harus menghadapi suaminya yang tidak mendukung perjuangan yang dia lakukan. Yang lebih buruk lagi, sekolah yang bersikap kaku dan konservatif serta guru-guru lain yang tidak mau berurusan dengan murid-murid ruang 203 tersebut.

Pendek kata, bisa dibilang film ini sangat perlu ditonton siapa saja, terutama mereka yang bergerak dan berkarir di bidang pendidikan.

Jika anda menangis saat melihat film ini, jangan kuatir dianggap cengeng. Itu artinya anda masih punya hati nurani yang hidup dan menghidupkan.

Selamat menonton

1 komentar: