bagaimana hari tanpa TV kemarin, sukses enggak, he he he
Saat saya lihat pro dan kontra dari ajakan tersebut di situs detiknews dot com, kayaknya koq lebih banyak yang kontra ya. Tanya kenapa??????????????
Sebagaimana kita ketahui, ketergantungan masyarakat pada hiburan, terutama TV sudah sampai tahap yang mengkhawatirkan. Hal ini sudah berlangsung lama sekali, mengingat pengalaman saya waktu SD dan SMP seringkali bolos sekolah dan pura-pura sakit agar bisa nonton film kartun yang berseri-seri. Obrolan di sekolah pada waktu itu juga berkisar tentang film-film kartun di televisi, bukan masalah pelajaran, he he he.
Kekhawatiran orang tua dan guru tentu saja dapat dimengerti dan dipahami. Mereka tidak ingin anak-anak dan murid-muridnya tidak berhasil dalam menempuh pendidikan sehingga tidak dapat membina masa depan dengan baik. Acara televisi sering kali sambung menyambung sehingga tidak memberi kesempatan pada anak-anak untuk melakukan hal-hal lain. Mungkin stasiun TV A saat melihat jadwal siaran Stasiun TV B berpikir, "kalau film kartun ini saya setel jam sekian, pasti bentrok sampa punya TV B dan bisa kalah rating. Kalau gitu saya setel setengah jam sesudahnya aja deh."
Pemsukan stasiun TV memang dari Iklan, jadi bagaimanapun hancur lebur acaranya, apabila ratingnya tinggi ya akan tetap dipertahankan mati-matian. Namun, saya pernah dengar bahwa pada rating itu sendiri terjadi salah kaprah, yang di-rating kan acara TV-nya bukan iklannya. Kalau orang-orang yang suka nonton TV ditanya, "Bapak-bapak, ibu-ibu, mas, mbak, adik dll kalau pas ada iklan, channel TV-nya diganti enggak" Kemungkinan 90 sekian persen akan menjawab "Digantiiiiiiiiiiiiii". Jadi, bisa dibilang persis dengan apa yang dikatakan Bapak Tung Desem Waringin, para pemasang iklan itu menyebarkan uang di kawah gunung berapi. Alias buang-buang duit :(
Padahal, bukankah Alloh SWT sudah menjanjikan bahwa Dia akan menjamin rezeki setiap makhluk ciptaan-Nya? Coba kita baca Surat Hud Ayat 6. (Dan tidak ada suatu binatang melata dimuka bumi ini melainkan Allah yang memberi rizqinya). Tuh, benar kan?
Selama manusia belum yakin bahwa Alloh SWT menjamin rezeki setiap hamba-hamba dan makhluk-makhluk ciptaanNya, maka hal-hal seperti itu akan terus terulang sampai kapanpun. Namun, saya pernah mendengar salah satu editorial radio SMART FM. Dalam editorial tersebut dikatakan bahwa:
- Masyarakat yang terus menerus disuguhi tontonan tidak bermutu akan hilang minat bacanya.
- Masyarakat yang kehilangan minat baca akan bodoh jadinya.
- Masyarakat yang bodoh akan miskin.
- Masyarakat yang miskin akan lemah daya belinya dan tidak bisa beli apa-apa.
- Masyarakat yang lemah daya belinya tentu tidak akan mampu membeli produk-produk yang dipromosikan melalui iklan-iklan di TV.
- Apabila masyarakat tidak bisa membeli produk-produk tersebut, perusahaan-perusahaan yang memproduksi produk-produk tersebut tentu akan mengalami kesulitan keuangan.
- Apabila perusahaan-perusahaan itu mengalami kesulitan keuangan, bisa-bisa ada PHK massal dan yang paling dahulu kena adalah buruh dan para pekerja kasar. Mereka pada umumnya kurang berpendidikan dan miskin, sehingga mudah jadi sasaran empuk PHK.
- Banyaknya PHK akan menimbulkan lebih banyak pengangguran.
- Lebih banyak penggangguran artinya akan lebih banyak tindak kejahatan merajalela di lingkungan kita.
- Pada akhirnya kualitas hidup masyarakat akan menurun secara keseluruhan, termasuk penyakit yang merajalela karena sulit bagi masyarakat miskin untuk memelihara kebersihand an menjaga kesehatan, contohnya di Desa Jagabita, Parung Panjang Tanggerang, alias Kampung Pesakitan. Foto-fotonya bisa dilihat di sini
- Bukan tidak mungkin semua hal yang disebutkan di atas akan memicu krisis yang lebih besar lagi, mungkin seperti Revolusi Prancis atau peristiwa-peristiwa lainnya yang serupa dengan itu.
Nauzubillah min dzalik, semoga Alloh SWT melindungi kita semua, Amiiiin
Nah, apakah kita masih meremehkan dampak negatif Televisi dalam kehidupan kita??
Semoga bermanfaat, maaf jika tidak berkenan.
8 komentar: