
Ahad kemarin, saat saya dan teman-teman dari Relawan Pelangi datang ke Desa Jagabita untuk melihat perkembangan pembangunan dan penyediaan sarana sanitasi dan pompa air bersih untuk desa jagabita.
Cerita tentang pembangunan sarana sanitasi dan pompa air bersih tersebut bisa dibaca di tulisan yang ini.
Saat mengunjungi pengeboran salah satu titik air yang terletak di dekat Masjid Jami Al Istigomah, Mas Bayu mengajak kami menjenguk ibu Marhumah. Seorang wanita tua yang perut dan kakinya sakit dan membengkak.
Kami belum mengetahui apa penyakit yang diderita ibu Marhumah namun ada yang mengira bahwa penyakit itu ada hubungannya dengan lever/hati. Waktu kami datang, perutnya sudah relatif kempes. Beliau menyambut kami dengan ramah dan saat kami tanya bagaimana keadaannya, beliau menjawab bahwa kakinya sakit. Seorang tetangganya mengatakan bahwa dulu perutnya membengkak.
Apabila kencingnya tidak lancar, muka Ibu Maunah bengep/bengkak-bengkak. Ada tetangga yang pernah membelikan beliau Obat untuk melancarkan kencing, namun karena harganya mahal, maka tidak bisa selalu diberikan.
Ibu Marhunah tinggal di gubuk sederhana yang dibangun atas swadaya warga. Gubuk itu sangat gelap dan lembab, saya sampai menggunaka Night Mode untuk memotret dengan kamera HP, padahal saat itu belum masuk waktu Ashar.
Karena tidak bisa berjalan, Ibu Marhumah hanya bisa di sebuah balai bambu. Beliau hanya bisa buang kotoran di WC hasil improvisasi, yang sebenarnya hanya kayu triplek yang dibuatkan lubang di atasnya lalu di bawah kayu tersebut diberi kantong plastik (di foto saya beri lingkaran merah). Seorang tetangga yang bersedia merawat beliau lalu membuang kotoran tersebut.
Saya benar-benar tidak bisa membayangkan hidup di tempat yang suram, lembab dan gelap seperti itu, apalagi dekat dengan kotoran sendiri yang tentu saja baunya tidak menyenangkan.
Terbayang diri saya sendiri yang terkadang masih mengeluh padahal keadaan saya jauh lebih baik dan nyaman baik dari Ibu Marhunah. Paling tidak saya masih bisa kemana-mana sendiri dan di rumah masih punya tempat yang layak untuk membuang sisa-sisa pencernaan makanan dari diri saya.
Saya juga masih bisa tidur di tempat yang cukup nyaman dan tidak berdampingan dengan kotoran sendiri. Saya juga percaya bahwa para pembaca tulisan ini juga tidak harus hidup berdampingan dengan kotoran sendiri, maklum pengakses internet di Indonesia sebagian besar, jika tidak semua, adalah kalangan menengah ke atas.
Saya juga kagum dan sedih melihat sang tetangga yang setia merawat beliau padahal tetangga itu sendiri buka orang kaya dan memiliki delapan orang anak. Suami sang tetangga adalah seorang juru parkir di kawasan Palmerah, Jakarta Barat.
Sayang saya lupa menanyakan identitas sang tetangga, karena sudah terlanjur terenyuh melihat keadan Ibu Marhunah.
Salah satu anak Ibu Marhunah, Ujang, sudah tidak berdaya karena terserang stroke. Anak-anak beliau yang lain sudah tidak mau membantu, sebab hidup mereka juga susah. demikian menurut para tetangga beliau.
Bisa jadi, kitalah yang sesungguhnya menahan atau membendung karunia dan pertolongan Alloh sWT kepada saudara-saudara kita, baik di dalam negeri, seperti desa Jagabita, ataupun luar negeri, seperti di Jalur Gaza, Rohingya atau tempat2 lain. Banyak cerita inspiratif yang menunjukkan bahwa pertolongan Alloh sebagian besar datang melalui orang lain.
Banyak diantara kita yang lebih memilih membelanjakan uang hanya untuk kesenangan pribadi semata. Walaupun uang itu halal hasil jerih payah kita sendiri, hakikatnya itu adalah rezeki dari Allah SWT. Allah SWT menitipkan harta kepada kita bukan sekedar untuk kita nikmati sendiri, tetapi juga harus menjadi penyambung kehidupan bagi orang lain, terutama orang-orang seperti Ibu Marhunah.
Perlu kita ingat bahwa Allah SWT Maha mengetahui atas segala sesuatu. Dialah pencipta kita, tentu Dia lebih mengetahui diri kita daripada kita sendiri apalagi orang lain. Jika potensi dan energi yang ada pada dalam diri kita tidak kita manfaatkan semaximal mungkin untuk membantu sesama, pasti akan ada balasan yang berat dan mengerikan untuk kita, baik di dunia maupun di akhirat nanti
Jangan sampai kita ragu menjadi perantara kebaikan, walaupun kita juga hidup dalam keterbatasan. Sesungguhnya, yang kita bantu adalah diri kita sendiri. Kalau masih ragu, silahkan baca tulisan - tulisan berikut ini:
- Cerita Relawan membantu dalam keterbatasan
- Perantara Kebaikan
Semoga bermanfaat
Insya Alloh komunitas Multiply Indonesia dan Relawan Pelangi akan mengadakan bakti sosial pelayanan kesehatan pada hari Sabtu, tanggal 14 Februari 2009 di Desa Jagabita, info lebih lanjut silahkan lihat
12 komentar: