Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang petani yang hidup sederhana. Sang petani terkenal sebagai orang yang suka menolong orang lain.
Walaupun tidak memiliko banyak harta benda, dia memiliki seorang anak lelaki yang tampan dan patuh. Anak ini sangat berbakti pada orang tuanya. Petani ini juga memiliki seekor kuda yang sangat bagus. Kuda sang petani terkenal di seluruh negeri, tidak hanya di desanya.
Pada suatu hari, kuda petani ini hilang. Rupanya, si kuda berhasil menendang pintu kandang yang sudah lapuk karena panas dan hujan hingga hancur berantakan. Para tetangga, terutama mereka yang sudah pernah merasakan pertolongan dan kebaikan budi sang petani, berdatangan ke rumah beliau. Mereka menyatakan perasaan turut bersedih atas kehilangan yang dialami sang petani. namun, yang aneh sang petani justru tenang-tenang saja. Dia berkata "saudara2 jangan sdih, belum tentu hal ini merupakan kemalangan bagi saya. kita lihat saja nanti apa hikmah di balik semua ini". para tetangga sang petani pun pulang dengan gelengan kepala keheranan.
Beberapa waktu kemudian, si kuda kembali ke rumah sang petani. Si kuda tidak sendiri, namun dia juga membawa beberapa kuda liar dari jenis yang serupa ke rumah sang petani. Para tetanggapun terheran-heran. Mereka berkata "beruntung sekali sang petani, memang orang baik seringkali mendapat rezeki yang tidak terduga-duga".
Namun, jawaban sang petani kembali membuat para tetangga terheran-heran. Sang petani malah berkata "jangan senang dulu saudara-saudara, kita tidak tahu apakah kedatang kuda-kuda liar ini merupakan kebaikan bagi saya atau bukan. Kita lihat saja nanti, semoga semua ini baik adanya".
Beberapa hari kemudian, anak lelaki sang petani mencoba menaiki salah satu kuda liar tersebut. Entah karena kurang berhati-hati atau si kuda yang memang belum cukup jinak, anak itu terjatuh dengan keras. Walaupun nyawanya masih bisa diselamatkan, si anak menderita patah kaki yang parah. Dia menjadi cacat seumur hidup dan harus menggunakan tongkat. Para penduduk desa berdatangan ke rumah sang petani. Mereka ingin menghibur keluarga petani yang sedang berduka itu. Tetapi apa jawab sang petani? Dia kembali berkata "saudara2 jangan sedih, belum tentu hal ini merupakan kemalangan bagi saya. kita lihat saja nanti apa hikmah di balik semua ini". para tetangga tentu saja hanya bisa geleng-geleng kepala keheranan. 

Waktu berlalu tanpa terasa. Pada suatu hari, utusan dari kerajaan datang ke desa tersebut. Mereka membawa pesan bahwa kerajaan itu dalam keadaan bahaya dan para pemuda diminta mendaftarkan diri sbagai prajurit perang. 

Para penduduk harus merelakan anak-anak muda mereka berperang di garis depan, kecuali tentu saja si petani yang anaknya sekarang cacat itu.
Setelah peperangan mereda, para penduduk desa itu berusaha mencari kabar putra-putra mereka. Duka cita yang mendalam tidak dapat terhindarkan saat mereka mengetahui bahwa para pemuda dari desa mereka semuanya gugur di medan laga. 

Sehingga di desa itu, hanya tersisa satu pemuda cacat, anak dari sang petani.
Memang terkadang, banyak diantara kita mengalami kesulitan mengambil hikmah dari kejadian-kejadian yang terjadi pada diri kita, baik yang buruk atau yang baik. Kita hanya melihat bentuk luar dari kejadian itu, bukan esensi atau hikmah di baliknya. Ada baiknya kita simak pesan Harun Yahya berikut ini
Unhappy, overly emotional and pessimistic people cannot appreciate the beauty and blessing of this world. Though they may surrounded by countless examples of this beauty, they see only negative aspect of things, and become even more depressed. However, God, in His mercy and compassion, created these blessings for the sake of human beings. A believer keeps this idea at the forefront of his mind, and is grateful to God for His Blessings.
Harun Yahya, Romanticism: A Weapon of Satan, page 114-115
(diterjemahkan dan diterbitkan oleh Dzikra dengan Judul: Ancaman di balik Romantisisme)
Sebuah nasihat bagi diri sendiri, semoga bermanfaat untuk siapapun yang membaca 

6 komentar: