sepenuh hatiku,
entah apa yang kuterima,
aku tak peduli,
aku tak peduli,
aku tak peduli
Ebiet G. Ade - Apakah ada bedanya
Sebagai salah satu panitia acara LSC kemarin, saya termasuk orang yang dapat banyak berkah. Saya mendapat banyak kesempatan untuk memperaktekkan teknik SEFT (Spiritual Emotional Freedom Technique) yang saya pelajari beberapa waktu yang lalu. Para peserta dan sesama panitia banyak yang mengalami gangguan kesehatan yang biasa terjadi saat terselenggaranya acara yang cukup padat, seperti kelelahan, capek, pusing, mual atau sakit perut dan sebagainya. Aktifitas SEFTing tersebut saya lakukan di mushalla, barak para peserta dan tempat-tempat lain yang memungkinkan. Alhamdulillah, hasilnya lumaya buat pemula, ada penurunan rasa sakit walau belum hilang 100 persen
Yang menarik, ada rekan panitia yang sesudah pusingnya diterapi malah keliyengan kaya orang baru bangun tidur. Saya sendiri sempat bingung mau ngapain.
Untung saya segera ingat cerita seorang ibu polwan yang phobia duren. saat dia keliyengan hampir pingsan, Mas Faiz langusng menyuruhnya berdiri. Langsung rekan itu saya minta berdiri pelan-pelan. Alhamdulillah hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi
benar kata Mas Faiz, little bit learning is dangerous
Dalam training SEFT, masalah ini dibahas dalam bagian "Handling the excessive intensity".
Memang saya akui bahwa terapi SEFT yang saya lakukan masih kurang efektif dan menemui banyak kendala. Namun, itu semua adalah pelajaran agar bisa membuat "Art of delivery" dari terapi SEFT yang saya lakukan makin baik. saya juga mendapat kesempatan untuk mempelajari hal-hal yang membuat terapi SEFT menjadi kurang efektif.
Hal-hal tersebut antara lain:
1. Ada unsur unsur yang kurang terpenuhi baik dari unsur energy psychology atau spiritual
Unsur-unsur spiritual dalam SEFT antara lain:
A. Yakin: Yakin bukan pada terapis atau SEFT atau diri sendiri, namun pada kekuasaan Allah SWT yang Maha Menyembuhkan.
B. Khusuk: Konsentrasi, memusatkan perhatian pada rasa sakit. Energi tubuh manusia mengikuti jalan pikiran, jika pikiran diarahkan ke arah rasa sakit, ke sanalah energi mengalir.
C. ikhlas: menerima bahwa sakit itu adalah ketentuan Allah dan membiarkan yang lalu biarlah berlalu
D. pasrah: membiarkan apa yang akan terjadi, sembuh atau tidak kepadaNya.
E. syukur: dari satu hal yang tidak beres atau tidak sesuai keinginan kita, ada 10000000000000000001 bahkan lebih nikmat dari Allah SWT yang terkadang bahkan tidak kita sadari.
sedangkan unsur energy psychology yang perlu dipenuhi antara lain:
A. teknik yang benar dan tepat.
B. ketepatan akar masalah dalam set-up. sering kali, apa yang dirasakan bukanlah akar permasalahan yang sebenarnya tetapi merupakan gejala semata. Akar masalah seringkali merupakan masalah-masalah emosi.
2. Kurangnya kerja sama dengan terapis SEFT, baik dalam memenuhi unsur-unsur spiritual atau energy psychology: Untuk memaksimalkan efek terapi SEFT, terapis dan klien perlu bekerja sama. Keduanya perlu "men-spiritual-kan" dirinya semaksimal mungkin. Bila klien kurang "spiritual" maka terapis harus memaksimalkan sisi EFT atau sisi energy psychology agar terapi tetap memiliki efek yang diharapkan, termasuk mencari akar masalah yang sebenarnya. Apalagi jika klien merasa apatis sehingga enggan bersama terapis untuk mengucapkan repetitive power words "Ya Allah, saya ikhlas, saya pasrah" pada saat di-tapping.
3. Background klien, terutama para peserta yang berasal dari lingkungan menengah ke bawah. Erich Fromm menyebut masyarakat seperti ini sebagai receptive society, masyarakat yang lebih suka berharap dari luar, terutama dalam hal materi. Agama seringkali hanya berkisar pada masalah ritual semata dan bukan pada sisi spiritualitas. ditambah lagi mereka lebih percaya pada obat-obatan daripada energy therapy.
4. Adanya godaan dari pihak terapis untuk menggunakan SEFT untuk sarana mendongkrak Ego. seorang SEFTer bukanlah malaikat yang bersih dan suci. dia juga manusia biasa yang memiliki keinginan untuk dihargai. Namun, sudah selayaknya seorang SEFTer selalu berusaha kembali "men-spiritual-kan" dirinya agar efektifitas terapi yang dilakukan selalu meningkat.
Saya percaya SEFT adalah salah satu media yang efektif untuk membagi cinta pada sesama manusia. Erich Fromm mengatakan "Jika aku berkata aku mencintaimu, maka sesungguhnya aku mencintaimu dalam diri semua manusia, dalam diri semua yang hidup dan dalam diriku sendiri". Fromm menyebut cinta seperti ini dengan istilah Brotherly Love. Bahwa sesungguhnya kekasihmu berada dalam diri setiap manusia dan engkau akan selalu bisa berbuat baik dan memberi kepada kekasihmu melalui diri setiap orang. Kekasihmu mungkin tidak mengetahui kebaikan-kebaikanmu dengan sesama manusia, mungkin dia tidak akan pernah tahu. Namun, pancaran energi kebaikan itu cepat atau lambat akan mencapainya, mengetuk lembut pintu hatinya dan bukan tidak mungkin keajaiban demi keajaiban akan terjadi. Keajaiban yang tidak dapat dijelaskan dengan logika atau kata-kata.
Semoga bermanfaat
Inspired by: SEFT, Erich Fromm - The Art of Loving dan The Sane Society,
Posting sambil dengerin Ebiet G. Ade - Apakah ada bedanya
- Apakah ada bedanya hanya diam menunggu
- dengan memburu bayang-bayang? Sama-sama kosong
- Kucoba tuang ke dalam kanvas
- dengan garis dan warna-warni yang aku rindui
- Apakah ada bedanya bila mata terpejam?
- Fikiran jauh mengembara, menembus batas langit
- Cintamu telah membakar jiwaku
- Harum aroma tubuhmu menyumbat kepala dan fikiranku
- Di bumi yang berputar pasti ada gejolak
- Ikuti saja iramanya, isi dengan rasa
- Di menara langit halilintar bersabung
- Aku merasa tak terlindung, terbakar kegetiran
- Cinta yang kuberi sepenuh hatiku
- Entah yang kuterima aku tak peduli,
- aku tak peduli, aku tak peduli
- Apakah ada bedanya ketika kita bertemu
- dengan saat kita berpisah? Sama-sama nikmat
- Tinggal bagaimana kita menghayati
- di belahan jiwa yang mana kita sembunyikan
- dada yang terluka, duka yang tersayat, rasa yang terluka
2 komentar: