"kita memang sudah berbuat baik, tetapi masih banyak hal baik yang belum kita perbuat"
Bayu Gawtama
Saya pertama kali mengenal Pena Lectura, kalau tidak salah, sedang mau upload journal ke MP. Journal itu tentang perjalanan tim Trauma Healing ke Padang pada saat gempa besar beberapa waktu yang lalu. Lalu saya menemukan link menuju journal mbak Gita tentang workshop perdana Pena Lectura di Kuningan, sayang saya lupa yang me-link siapa, he he he. Karena tempatnya dekat sekali dengan rumah saya, maka saya putuskan untuk ikutan. Kebetulan saat itu saya sedang senang-senangnya belajar menulis demi menyembuhkan patah hati yagn saya alami ...
Alhamdulillah, di workshop tersebut saya mendapatkan pencerahan tentang Creative Non Fiction. Bahwa cerita-cerita nyata bisa dikemas dalam bentuk yang menarik seperti dalam cerpen atau novel. Sebelum ikut workshop, saya sempat membuat tulisan berdasarkan pengalaman selama di Padang beberapa waktu sebelumnya namun tulisan itu masih berbentuk essay dan kurang memenuhi syarat untuk bisa disebut Creative non fiction. Sehingga, pada saat pelatihan, saya memperbaiki tulisan tersebut. Saya sendiri merasa senang karena tulisan saya pun semakin bisa dibaca orang lain dengan nyaman.
Workshop menarik lainnya yang diadakan Pena Lectura adalah workshop tentang fotografi. Walaupun termasuk yang agak phobia sama kamera, apalagi yang canggih dan besar serta tombolnya banyak itu, saya tetap ikutan. Yang paling mengagumkan adlaah foto-foto yang menggambarkan kawasanan kumuh dan miskin yang ada di sekitar kita. Tentu bukan perkara mudah untuk membawa kamera super mahal ke wilayah-wilayah tersebut. Semoga foto-foto tersebut bisa menggugah kepedulian yang melihat pada nasib orang-orang yang miskin dan lebih menderita daripada kita.
Sayangnya waktu launching buku Happy Ramadhan with Kids saya tidak bisa datang karena ada keperluan fundrasing bersama Yayasan Sahabat Peduli pada Car Free Day di daerah Thamrin. Kami sedang mencari dana untuk program LifeSkill Camp 2 untuk anak-anak dhuafa. Saya sendiri diamanahi menjadi terapis yang menterapi orang-orang yang membeli merchandise YSP. Terapi itu sebagai bonus bagi para pembeli yang menyumbang untuk kegiatan yayasan.
Untuk berpartisipasi dalam lomba ini, saya baru mampu menyumbangkan satu ide yang ada. semoga nanti bisa dipertimbangkan dan disinergikan dengan ide-ide lainnya.
Begini idenya:
saat ber-browsing ria, saya menemukan situs nulisbuku.com. Gak ingat sih kata kunci apa yang dimasukkan ke Google atau dapat situs itu dari link yang mana, tapi sudahlah. Salah satu pendiri situs itu adalah mbak Aulia Halimatussadiah atau biasa dipanggil mbak Ollie. Dalam situs yang salah satu pendirinya pernah jadi pengisi acara workshop pertama Pena Lectura itu ada layanan untuk menerbitkan buku sendiri. Dan yang paling menarik adalah jumlah buku yang bisa diterbitkan tidak harus dalam jumlah eksemplar tertentu. Satu eksemplar pun tetap bisa diterbitkan. Bahasa kerennya Print on Demand, alias cetak kalau ada pesanan walau cuma sebiji kata orang betawi ..
Situs di atas tentunya bisa jadi alternatif bagi para bloggers yang sudah sangat ingin ingin menerbitkan buku. Biasanya, kalau mau menerbitkan buku sendiri kan perlu modal cukup besar berhubung percetakan maunya mencetak buku sejumlah tertentu. Jumlah itu tentunya cukup besar biayanya kalau harus ditanggung oleh kantong pribadi si blogger tersebut. Sedangkan kalau diterbitkan oleh penerbit, terkadang perlu ada kompromi dengan penulis buku. Sebagian penulis merasa perlu mempertahankan idelismenya sedangkan penerbit adalah institusi bisnis yang perlu mencari keuntungan. Sehingga, tidak setiap naskah yang masuk ke penerbit bisa diterbitkan. Memang, menurut pak Jonru, yang namanya penerbit bukan monster jahat bin kejam pada para penulis. Penerbit dan penulis adalah mitra kerja yang seharusnya saling menguntungkan. Namun, tetap saja ada hal-hal tertentu yang menyebabkan naskah tidak lolos. Salah satunya momentum. Kalau sekarang kita menerbitkan buku tentang Piala Dunia tentu saja tidak akan laku. Buku seperti itu hanya laku kalau diterbitkan dan dicetak menjelang dan selama piala dunia, sehingga kalaupun mau diterbitkan harus menunggu sekitar 4 tahun lagi. Buku kiat meraih Lailatul Qodar tentu sedikit yang mau beli sekarang ini, walaupun tema itu merupakan tema favorit menjelang dan selama Ramadhan. Lain halnya dengan buku bertema kiat memilih hewan Qurban, bisa jadi buku itu laku keras karena animo orang untuk berqurban sekarang cukup besar dan saat ini Hari Raya Idul Adha hampir tiba.
Atau, bisa jadi dalam buku yang hendak diterbitkan banyak berisi hal-hal yang memang ingin di-share oleh penulisnya di kalangan terbatas. Misalnya, buku tentang kehidupan sehari-hari yang dikemas dengan teknik Creative Non Fiction yang pernah dibahas dalam Workshop perdana Pena Lectura. Bisa juga untuk doorprize di acara-acara Pena Lectura. Terbayang betapa senangnya peserta mendapat buku unik yang tidak bisa ditemukan di toko-toko buku. Walaupun, bagi yang berminat tetap bisa memesan buku tersebut. Tentu saja alternatif di atas bukan untuk menggantikan penerbitan buku dengan melibatkan penerbit pada umumnya, namun sekedar alternatif yang bisa ditempuh. Sehingga, makin banyak orang yang bisa mendapatkan "Alternatif untuk berkarya sambil mencerahkan dan menebar manfaat" sesuai judul tulisan ini.
Maka, saya kira tema menerbitkan buku dengan cara Print on Demand seperti di atas akan menjadi tema yang menarik untuk dibahas dalam kegiatan-kegiatan Pena Lectura selanjutnya.
Demikian yang bisa saya sumbangkan untuk Sayembara ultah pertama Pena Lectura semoga makin sukses dengan segala kegiatannya. Karena bukankah, meminjam kata-kata Mas Bayu, “Jika setiap tempat adalah sekolah, maka setiap orang adalah guru".
Bayu Gawtama
Saya pertama kali mengenal Pena Lectura, kalau tidak salah, sedang mau upload journal ke MP. Journal itu tentang perjalanan tim Trauma Healing ke Padang pada saat gempa besar beberapa waktu yang lalu. Lalu saya menemukan link menuju journal mbak Gita tentang workshop perdana Pena Lectura di Kuningan, sayang saya lupa yang me-link siapa, he he he. Karena tempatnya dekat sekali dengan rumah saya, maka saya putuskan untuk ikutan. Kebetulan saat itu saya sedang senang-senangnya belajar menulis demi menyembuhkan patah hati yagn saya alami ...

Alhamdulillah, di workshop tersebut saya mendapatkan pencerahan tentang Creative Non Fiction. Bahwa cerita-cerita nyata bisa dikemas dalam bentuk yang menarik seperti dalam cerpen atau novel. Sebelum ikut workshop, saya sempat membuat tulisan berdasarkan pengalaman selama di Padang beberapa waktu sebelumnya namun tulisan itu masih berbentuk essay dan kurang memenuhi syarat untuk bisa disebut Creative non fiction. Sehingga, pada saat pelatihan, saya memperbaiki tulisan tersebut. Saya sendiri merasa senang karena tulisan saya pun semakin bisa dibaca orang lain dengan nyaman.
Workshop menarik lainnya yang diadakan Pena Lectura adalah workshop tentang fotografi. Walaupun termasuk yang agak phobia sama kamera, apalagi yang canggih dan besar serta tombolnya banyak itu, saya tetap ikutan. Yang paling mengagumkan adlaah foto-foto yang menggambarkan kawasanan kumuh dan miskin yang ada di sekitar kita. Tentu bukan perkara mudah untuk membawa kamera super mahal ke wilayah-wilayah tersebut. Semoga foto-foto tersebut bisa menggugah kepedulian yang melihat pada nasib orang-orang yang miskin dan lebih menderita daripada kita.
Sayangnya waktu launching buku Happy Ramadhan with Kids saya tidak bisa datang karena ada keperluan fundrasing bersama Yayasan Sahabat Peduli pada Car Free Day di daerah Thamrin. Kami sedang mencari dana untuk program LifeSkill Camp 2 untuk anak-anak dhuafa. Saya sendiri diamanahi menjadi terapis yang menterapi orang-orang yang membeli merchandise YSP. Terapi itu sebagai bonus bagi para pembeli yang menyumbang untuk kegiatan yayasan.
Untuk berpartisipasi dalam lomba ini, saya baru mampu menyumbangkan satu ide yang ada. semoga nanti bisa dipertimbangkan dan disinergikan dengan ide-ide lainnya.
Begini idenya:
saat ber-browsing ria, saya menemukan situs nulisbuku.com. Gak ingat sih kata kunci apa yang dimasukkan ke Google atau dapat situs itu dari link yang mana, tapi sudahlah. Salah satu pendiri situs itu adalah mbak Aulia Halimatussadiah atau biasa dipanggil mbak Ollie. Dalam situs yang salah satu pendirinya pernah jadi pengisi acara workshop pertama Pena Lectura itu ada layanan untuk menerbitkan buku sendiri. Dan yang paling menarik adalah jumlah buku yang bisa diterbitkan tidak harus dalam jumlah eksemplar tertentu. Satu eksemplar pun tetap bisa diterbitkan. Bahasa kerennya Print on Demand, alias cetak kalau ada pesanan walau cuma sebiji kata orang betawi ..

Situs di atas tentunya bisa jadi alternatif bagi para bloggers yang sudah sangat ingin ingin menerbitkan buku. Biasanya, kalau mau menerbitkan buku sendiri kan perlu modal cukup besar berhubung percetakan maunya mencetak buku sejumlah tertentu. Jumlah itu tentunya cukup besar biayanya kalau harus ditanggung oleh kantong pribadi si blogger tersebut. Sedangkan kalau diterbitkan oleh penerbit, terkadang perlu ada kompromi dengan penulis buku. Sebagian penulis merasa perlu mempertahankan idelismenya sedangkan penerbit adalah institusi bisnis yang perlu mencari keuntungan. Sehingga, tidak setiap naskah yang masuk ke penerbit bisa diterbitkan. Memang, menurut pak Jonru, yang namanya penerbit bukan monster jahat bin kejam pada para penulis. Penerbit dan penulis adalah mitra kerja yang seharusnya saling menguntungkan. Namun, tetap saja ada hal-hal tertentu yang menyebabkan naskah tidak lolos. Salah satunya momentum. Kalau sekarang kita menerbitkan buku tentang Piala Dunia tentu saja tidak akan laku. Buku seperti itu hanya laku kalau diterbitkan dan dicetak menjelang dan selama piala dunia, sehingga kalaupun mau diterbitkan harus menunggu sekitar 4 tahun lagi. Buku kiat meraih Lailatul Qodar tentu sedikit yang mau beli sekarang ini, walaupun tema itu merupakan tema favorit menjelang dan selama Ramadhan. Lain halnya dengan buku bertema kiat memilih hewan Qurban, bisa jadi buku itu laku keras karena animo orang untuk berqurban sekarang cukup besar dan saat ini Hari Raya Idul Adha hampir tiba.
Atau, bisa jadi dalam buku yang hendak diterbitkan banyak berisi hal-hal yang memang ingin di-share oleh penulisnya di kalangan terbatas. Misalnya, buku tentang kehidupan sehari-hari yang dikemas dengan teknik Creative Non Fiction yang pernah dibahas dalam Workshop perdana Pena Lectura. Bisa juga untuk doorprize di acara-acara Pena Lectura. Terbayang betapa senangnya peserta mendapat buku unik yang tidak bisa ditemukan di toko-toko buku. Walaupun, bagi yang berminat tetap bisa memesan buku tersebut. Tentu saja alternatif di atas bukan untuk menggantikan penerbitan buku dengan melibatkan penerbit pada umumnya, namun sekedar alternatif yang bisa ditempuh. Sehingga, makin banyak orang yang bisa mendapatkan "Alternatif untuk berkarya sambil mencerahkan dan menebar manfaat" sesuai judul tulisan ini.
Maka, saya kira tema menerbitkan buku dengan cara Print on Demand seperti di atas akan menjadi tema yang menarik untuk dibahas dalam kegiatan-kegiatan Pena Lectura selanjutnya.
Demikian yang bisa saya sumbangkan untuk Sayembara ultah pertama Pena Lectura semoga makin sukses dengan segala kegiatannya. Karena bukankah, meminjam kata-kata Mas Bayu, “Jika setiap tempat adalah sekolah, maka setiap orang adalah guru".
Semoga bermanfaat
18 komentar: