Repost dari Notes Facebook saya
Malam semakin larut namun kesibukan bapak-bapak anggota Linmas di bangunan itu tidak juga berhenti. Mereka asyik bermain kartu dengan diiringi musik dangdut bercampur disco yang mengajak siapapun yang mendengar untuk ikut bergoyang. Kepulan asap rokok tidak henti-hentinya memenuhi bangunan tersebut, seiring dengan kepulan uap kopi hitam yang menaburkan aroma yang khas dan familiar. orang-orang itu hendak sejenak melupakan kehidupan mereka nan berat dan sulit karena dililit kemiskinan. Bagaikan ular raksasa yang menghancurkan setiap aspek dan sendi dalam kehidupan mereka dan masih banyak lagi manusia yang kurang beruntung di negeri ini.
Begitulah kira-kira penggambaran saya pada suasana malam menjelang acara pemotongan hewan di desa Bahagia, Muara Gembong yang diselenggarakan yayasan sahabat peduli beberapa waktu yang lalu. Rokok seakan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehdupan masyarakat indonesia, terutama kalangan menengah ke bawah. Bahan perangsang itu telah lama dijadikan sebagai obat pembius yang dapat memberikan relaksasi sejenak bagi mereka. Membawa mereka sejenak ke alam mimpi dan fantasy, namun pada akhirnya mencampakkan mereka kembali tanpa ampun ke dalam dunia nyata yang kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Fatwa haram merokok yang dikeluarkan sebuah ormas besar Islam sesungguhnya merupakan upaya menanggulangi masalah kronis ini. Namun, sebagaimana kita ketahui sebuah fatwa saja tidak cukup untuk menghilangkan masalah kronis yang sudah berurat dan berakar selama berpuluh tahun. Malah banyak pihak yang menentang fatwa itu, terutama dari kalangan industri rokok baik yang rumahan atau pabrikan, tradisional atau moderen.
Bahaya rokok terhadap kesehatan pribadi dan lingkungan sudah lama diketahui banyak orang. Hampir semua perokok sadar, minimal mengetahui, bahaya apa saja yang terkadung dalam batang-batang maut itu. Minimal mereka mengetahui secara general/umum. Namun, seperti yang kita saksikan sehari-hari, ujung batang-batang itu tetap menyala, sambil mengepulkan asap bagaikan hantu pembunuh yang menari-nari menunggu mangsanya jatuh dalam kebinasaan. Asap maut pembawa malaptetaka itu sesungguhnya hanya merupakan puncak gunugn es yang besar. Di bawah puncak tersebut terpendam persoalan psikologis personal dan sosial yang tidak kalah mengerikan.
Para perokok sebagian besar berasal dari golongan menengah ke bawah alias miskin. Mereka seakan bisa merelakan standar kehidupan mereka tidak juga meningkat asalkan bisa memuaskan kecanduan mereka akan rokok. Anak-anak mereka kurang gizi atau bahkan menderita gizi buruk. Pendidikan anak-anak mereka terlantar dan kesehatan anak-anak tersebut terbengkalai. Bahkan, asap rokok yang setiap hari terhisap oleh anak-anak mereka menyebabkan anak-anak itu jadi mudah sakit atau memang sudah sakit.
Informasi tentang rokok dan bahaya yang terkadung di dalamnya biasanya sangat minim dan terlalu umum. Bagi mereka, informasi tersebut hampir tidak ada artinya, tidak menggugah kesadaran mereka. Terkadang, mereka belum juga tergerak untuk berhenti justru pada saat tanda-tanda bahaya mulai terjadi, seperti jantung berdebar lebih keras, nafas sesak dan batuk tak kunjung henti. Baru saat semua terlambat, saat mereka harus berurusan dengan dokter dan paramedis, mereka baru ingin berhenti. Saat itu biaya yang harus mereka keluarkan sudah berlipat ganda karena sebagaimana kita ketahui kesehatan telah menjadi industri. Seakan-akan orang miskin dilarang sakit, karena sakit itu mahal. Sangat mahal.
Mereka juga belum mengetahui adanya berbagai terapi yang dapat digunakan untuk menanggulangi kecanduan mereka akan rokok seperti SEFT, EFT, TAT, hypnoteraphy dan sebagainya. Seakan-akan kalau sudah kecanduan rokok, seseorang telah divonis kecanduan seumur hidupnya. Memang, terapi-terapi tersebut bukan jaminan seseorang akan bisa berhenti merokok. Tekad yang kuat tetap diperlukan bagi seseorang untuk bisa berhenti dan meninggalkan kebiasaan buruk apapun.
Terapi penyelesaian kecanduan merokok dengan teknik SEFT biasanya memiliki tahapan2 sebagai berikut:
1. Menghilangkan rasa nikmat merokok.
Tapping atau pengetukan akan memeperlancar saluran energi yang terhambat sehingga terjadi perubahan fisiologis pada diri si perokok. Rasa nikmat rokok akan berkurang bahkan bukan tidak mungkin hilang dan berganti dengan rasa tidak enak, mirip saat si perokok mulai belajar merokok.
2. Menghilangkan faktor psikologis yang menyebabkan seseorang merokok.
Kecanduan rokok biasanya merupakan puncak gunung es psikologis. Di bawah puncak tersebut terdapat banyak masalah yang rumit, yang seringkali dihindari dan diredam dengan sensasi rokok. Pada tahap ini, diperlukan kerja sama yang baik antara si perokok dengan terapisnya. Faktor-faktor pemicu kebiasaan merokok harus dituntaskan satu demi satu.
3. Menghilangkan efek teman sejati (Rokok yang telah menyertai hidup pecandunya selama ini)
Selama seseorang masih hidup, akan selalu ada harapan untuk menjadi lebih baik daripada dia di masa lalunya. Allah SWT terkadang menyempitkan atau bahkan menutup pintu rezeki dalam rangka mendidik hamba2Nya, namun Dia tidak pernah menutup pintu taubat. Pintu taubat akan terus terbuka siang dan malam untuk hamba2Nya yang pernah berdosa dan melampaui batas namun tetap tidak berputus asa dari Rahmat dan Ampunan-Nya. Maha Suci Allah SWT dari perbuatan zalim sekecil apapun.
Harapan saya, makin banyak praktisi SEFT dan terapi2 yang lain yang bersedia untuk membantu sesama untuk berhenti merokok atau kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya. Bukankah manusia yang paling baik adalah manusia yang banyak manfaatnya bagi sesama, baik kualitas maupun kuantitasnya.
More Information, please visit
Logos Institute
Malam semakin larut namun kesibukan bapak-bapak anggota Linmas di bangunan itu tidak juga berhenti. Mereka asyik bermain kartu dengan diiringi musik dangdut bercampur disco yang mengajak siapapun yang mendengar untuk ikut bergoyang. Kepulan asap rokok tidak henti-hentinya memenuhi bangunan tersebut, seiring dengan kepulan uap kopi hitam yang menaburkan aroma yang khas dan familiar. orang-orang itu hendak sejenak melupakan kehidupan mereka nan berat dan sulit karena dililit kemiskinan. Bagaikan ular raksasa yang menghancurkan setiap aspek dan sendi dalam kehidupan mereka dan masih banyak lagi manusia yang kurang beruntung di negeri ini.
Begitulah kira-kira penggambaran saya pada suasana malam menjelang acara pemotongan hewan di desa Bahagia, Muara Gembong yang diselenggarakan yayasan sahabat peduli beberapa waktu yang lalu. Rokok seakan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehdupan masyarakat indonesia, terutama kalangan menengah ke bawah. Bahan perangsang itu telah lama dijadikan sebagai obat pembius yang dapat memberikan relaksasi sejenak bagi mereka. Membawa mereka sejenak ke alam mimpi dan fantasy, namun pada akhirnya mencampakkan mereka kembali tanpa ampun ke dalam dunia nyata yang kejam dan tidak berperikemanusiaan.
Fatwa haram merokok yang dikeluarkan sebuah ormas besar Islam sesungguhnya merupakan upaya menanggulangi masalah kronis ini. Namun, sebagaimana kita ketahui sebuah fatwa saja tidak cukup untuk menghilangkan masalah kronis yang sudah berurat dan berakar selama berpuluh tahun. Malah banyak pihak yang menentang fatwa itu, terutama dari kalangan industri rokok baik yang rumahan atau pabrikan, tradisional atau moderen.
Bahaya rokok terhadap kesehatan pribadi dan lingkungan sudah lama diketahui banyak orang. Hampir semua perokok sadar, minimal mengetahui, bahaya apa saja yang terkadung dalam batang-batang maut itu. Minimal mereka mengetahui secara general/umum. Namun, seperti yang kita saksikan sehari-hari, ujung batang-batang itu tetap menyala, sambil mengepulkan asap bagaikan hantu pembunuh yang menari-nari menunggu mangsanya jatuh dalam kebinasaan. Asap maut pembawa malaptetaka itu sesungguhnya hanya merupakan puncak gunugn es yang besar. Di bawah puncak tersebut terpendam persoalan psikologis personal dan sosial yang tidak kalah mengerikan.
Para perokok sebagian besar berasal dari golongan menengah ke bawah alias miskin. Mereka seakan bisa merelakan standar kehidupan mereka tidak juga meningkat asalkan bisa memuaskan kecanduan mereka akan rokok. Anak-anak mereka kurang gizi atau bahkan menderita gizi buruk. Pendidikan anak-anak mereka terlantar dan kesehatan anak-anak tersebut terbengkalai. Bahkan, asap rokok yang setiap hari terhisap oleh anak-anak mereka menyebabkan anak-anak itu jadi mudah sakit atau memang sudah sakit.
Informasi tentang rokok dan bahaya yang terkadung di dalamnya biasanya sangat minim dan terlalu umum. Bagi mereka, informasi tersebut hampir tidak ada artinya, tidak menggugah kesadaran mereka. Terkadang, mereka belum juga tergerak untuk berhenti justru pada saat tanda-tanda bahaya mulai terjadi, seperti jantung berdebar lebih keras, nafas sesak dan batuk tak kunjung henti. Baru saat semua terlambat, saat mereka harus berurusan dengan dokter dan paramedis, mereka baru ingin berhenti. Saat itu biaya yang harus mereka keluarkan sudah berlipat ganda karena sebagaimana kita ketahui kesehatan telah menjadi industri. Seakan-akan orang miskin dilarang sakit, karena sakit itu mahal. Sangat mahal.
Mereka juga belum mengetahui adanya berbagai terapi yang dapat digunakan untuk menanggulangi kecanduan mereka akan rokok seperti SEFT, EFT, TAT, hypnoteraphy dan sebagainya. Seakan-akan kalau sudah kecanduan rokok, seseorang telah divonis kecanduan seumur hidupnya. Memang, terapi-terapi tersebut bukan jaminan seseorang akan bisa berhenti merokok. Tekad yang kuat tetap diperlukan bagi seseorang untuk bisa berhenti dan meninggalkan kebiasaan buruk apapun.
Terapi penyelesaian kecanduan merokok dengan teknik SEFT biasanya memiliki tahapan2 sebagai berikut:
1. Menghilangkan rasa nikmat merokok.
Tapping atau pengetukan akan memeperlancar saluran energi yang terhambat sehingga terjadi perubahan fisiologis pada diri si perokok. Rasa nikmat rokok akan berkurang bahkan bukan tidak mungkin hilang dan berganti dengan rasa tidak enak, mirip saat si perokok mulai belajar merokok.
2. Menghilangkan faktor psikologis yang menyebabkan seseorang merokok.
Kecanduan rokok biasanya merupakan puncak gunung es psikologis. Di bawah puncak tersebut terdapat banyak masalah yang rumit, yang seringkali dihindari dan diredam dengan sensasi rokok. Pada tahap ini, diperlukan kerja sama yang baik antara si perokok dengan terapisnya. Faktor-faktor pemicu kebiasaan merokok harus dituntaskan satu demi satu.
3. Menghilangkan efek teman sejati (Rokok yang telah menyertai hidup pecandunya selama ini)
Selama seseorang masih hidup, akan selalu ada harapan untuk menjadi lebih baik daripada dia di masa lalunya. Allah SWT terkadang menyempitkan atau bahkan menutup pintu rezeki dalam rangka mendidik hamba2Nya, namun Dia tidak pernah menutup pintu taubat. Pintu taubat akan terus terbuka siang dan malam untuk hamba2Nya yang pernah berdosa dan melampaui batas namun tetap tidak berputus asa dari Rahmat dan Ampunan-Nya. Maha Suci Allah SWT dari perbuatan zalim sekecil apapun.
Harapan saya, makin banyak praktisi SEFT dan terapi2 yang lain yang bersedia untuk membantu sesama untuk berhenti merokok atau kebiasaan-kebiasaan buruk lainnya. Bukankah manusia yang paling baik adalah manusia yang banyak manfaatnya bagi sesama, baik kualitas maupun kuantitasnya.
More Information, please visit
Logos Institute
1 komentar: