Para karyawan yang biasa sholat di mushola lantai parkir gedung megah itu tampak bingung. Mereka bingung bukan karena kekurangan sandal jepit namun justru karena kelebihan. Jumlah sendal jepit melebihi jumlah pemakai mushola, sehingga banyak sendal yang menganggur. Padahal, banyak mushola di beberapa gedung tetangga sering kekurangan sendal sehingga harus dipakai bergantian oleh para jamaah. Para jamaah mushola tersebut sebenarnya ingin memberikan sebagian sandal ke mushola lain, namun tidak berani karena para pengurus mushola pun tidak tahu asal muasal kelebihan sendal itu. 
Karena penasaran, beberapa jamaah yang juga karyawan sebuah perusahaan yang menyewa lantai di sana pun sepakat untuk menyelidiki keganjilan tersebut. Setelah mengintai beberapa lama, mereka pun akhirnya mengetahui bahwa salah satu direktur perusahaan tersebut selalu meninggalkan sepasang sendal jepit setiap kali sholat maghrib sebelum pulang kerja.
Sang direktur, setelah mengetahui bahwa ulahnya diketahui para karyawan, mempersilakan apabila ada yang ingin menyumbangkan sendal ke mushola-mushola yang lain. Ternyata dia melakukan hal itu untuk membantu tetangganya yang membuka usaha warung kelontong namun sepi pembeli.

Karena penasaran, beberapa jamaah yang juga karyawan sebuah perusahaan yang menyewa lantai di sana pun sepakat untuk menyelidiki keganjilan tersebut. Setelah mengintai beberapa lama, mereka pun akhirnya mengetahui bahwa salah satu direktur perusahaan tersebut selalu meninggalkan sepasang sendal jepit setiap kali sholat maghrib sebelum pulang kerja.
Sang direktur, setelah mengetahui bahwa ulahnya diketahui para karyawan, mempersilakan apabila ada yang ingin menyumbangkan sendal ke mushola-mushola yang lain. Ternyata dia melakukan hal itu untuk membantu tetangganya yang membuka usaha warung kelontong namun sepi pembeli.
