Jumat, 10 Juni 2011

[Opini] Hormat Bendera setengah hati

Penghormatan terhadap bendera sudah berlangsung selama bertahun-tahun, bahkan sudah terlaksana selama beberapa dekade.  Upacara tersebut diadakan dalam rangka menanamkan kecintaan pada negera dan bangsa pada pesertanya, mulai dari anak -anak sekolah sampai pegawai negeri.  Diharapkan, kecintaan pada negera dan bangsa akan terefleksikan pada kehidupan sehari hari, baik di level personal, interpersonal, sosial maupun profesional.  

Namun, entah kenapa sepertinya upacara-upacara yang seringkali diselenggarakan itu hanya sedikit berdampak pada kehidupan masyarakat, kalau tidak mau dikatakan tak bermanfaat.  Prestasi murid sekolah banyak yang buruk, sementara rasa tanggung jawab banyak pelajar seakan tidak terbentuk.  Silakan berkunjung ke warnet terdekat yang ada game online-nya, perhatikanlah tingkah laku dan bahasa yang digunakan anak-anak di sana.  Nama-nama penghuni kebun binatang mungkin tidak ada yang luput untuk diabsen, dengan intonasi yang keras dan kasar.  Mulut memang seperit moncong  teko, apa yang ada di dalam hatinya, itula yang akan keluar dari mulutnya.  Para pegawai banyak yang kinerjanya tidak memuaskan bahkan tidak sedikit yang  terlibat kasus korupsi.  Baik korupsi uang atau korupsi waktu.  Empati dan kepedulian seakan barang langka yang sulit dicari, dilibas nafsu ingin membangun geudng baru atua beli pesawat pribadi.  Sementara itu, kekayaan negeri ini bagaikan hidangan di atas meja makan yang diperebutkan korporasi-korporasi serakah yang berusaha mengeruk keuntungan dengan bahan baku melimpah dan tenaga kerja murah.  Sebagian fakta itu ditunjukkan oleh John Pilgers dalam film dokumenternya, The New Rulers.  

Walaupun demikian, pengkultusan terhadap simbol-simbol tetap saja terus dilakukan walaupun seakan "gak ngefek" pada kinerja dan prestasi baik akademis maupun profesional.  Upacara-upacara penghormatan bendara, yang terkadang diikuti setengah hati oleh para pesertanya, tetap saja diselenggarakan.  Dahulu, saat masih duduk di bangku SMP, saya termasuk yang seringkali berharap agar Sabtu sore hujan turun, agar tidak ada upacara bendera di lapangan yang diselenggarakan setiap Sabtu sore.

Maka, ketika ada sekolah yang enggan menyelenggarakan penghormatan terhadap bendera, para birokrat pun seperti kebakaran jenggot.  Bahkan ada yang bilang bahwa penghormatan terhadap bendera adalah kewajiban bagi siapapun yang tinggal di tanah ini, meminum airnya, menghirup udaranya dan makan dari hasil buminya.  namun, sepertinya Pak Pajabat yang satu ini lupa bahwa di negeri yang salah urus ini, banyak rakyat yang kelaparan dan terjerat kemiskinan.  Bahkan, di situs kompas, diberitakan seorang pemulung ditemukan meninggal dunia karena kelaparan.  Beberapa waktu sebelumnya, seorang tukang becak ditemukan meninggal di becaknya juga karena kelaparan.  Mereka yang melihat tadinya mengira si tukang becak tidur karena kelelahan, padahal memang sudah tak bernyawa.  Apakah mereka meninggal karena tidak menghormati bendera hingga tidak berhak makanan makanan hasil bumi negeri ini atau memang tidak kebagian, kita tahu jawabannya.

Apalah artinya penghormatan pada simbol-simbol negera kalau negaranya bak Neraka bagi rakyatnya yang sudah apatis dan tak bisa berbuat apa-apa.  Apalah artinya penghormatan pada bendera apabila hak-hak rakyat untuk memperoleh kehidupan yang layak tidak dihormati.  Apalah artinya mencintai bangsa dan negara, apabila negera itu sendiri bagaikan ayah yang zalim atau ibu tiri yang kejam untuk anak-anak bangsanya sendiri.  Jangan salahkan rakyat apabila hanya mencintai bangsa dan negara secara setengah hati karena memang pengurus negaranya banyak yang memperlakukan rakyat setengah hati pula.    

Simbol tinggallah simbol, sesuatu yagn indah terlihat dari luar, agung dan gagah terlihat oleh orang lain.  Namun, apabila esensinya hanya dihayati setengah hati, maka simbol akan menjadi sesuatu yang mati.  Monumen kematian sebuah bangsa yang tidak menghargai rakyatnya sendiri.  Negeri yang bahkan membiarkan sbagian dari mereka mati perlahan-lahan di tengah kekayaan alam yang luar biasa melimpah. Bagai ayam mati di lumbung padi.  

9 komentar: