Secara kasar karya jurnalistik bisa dibagi menjadi tiga, pertama stright/spot News berisi materi penting yang harus segera dilaporkan kepada publik (sering pula disebut breaking news). Kedua, news feature, memanfaatkan materi penting pada spot news, umumnya dengan memberikan unsur human/manusiawi di balik peristiwa yang hangat terjadi atau dengan memberikan latarbelakang (konteks dan perspektif) melalui interpretasi.Dan ketiga, feature bertu-juan untuk menghibur melalui penggunaan materi yang menarik tapi tidak selalu penting. Penjelasan tersebut dikutip dari blog yang ini.
Saya mulai mampu memasukkan unsur-unsur feature ke dalam blog sesudah mengikuti workshop perdana Pena Lectura di gedung perfileman Usmar Ismail, di daerah Kuningan, Jakarta Selatan. Dalam workshop yang diisi oleh mbak Ollie dan mbak Imazahra itu, diajarkan bahwa pengalaman pribadi atau kejadian sehari-hari bisa digambarkan dengan sangat indah dan menggugah perasaan bagaikan cerita fiksi. Kreatifitas merangkai kata pun tidak hanya bisa diaplikasikan pada tulisan-tulisan sastra. Sebuah kejadian sederhana bisa digambarkan dalam banyak sekali sudut padang hingga menghasilkan tulisan yang menggugah dan mencerahkan. Tulisan-tulisan tersebut antara lain, Tangan Kecil dan Sekerat Daging, Pak Tua Pemungut Sampah dan lain sebagainya.
Saya melihat cukup banyak persamaan dalam tulisan creative non fiction itu dengan tayangan-tayangan dokumenter yang ada di Elshinta TV. Sebagian dari tayangan tersebut adalah film dokumenter lama yang pernah ditayangkan oleh Indosiar, sebagian lainnya relatif baru. Script dari film-film dokumenter lama itu pun masih bisa kita temukan di rubrik Ragam di situs Indosiar. Walaupun sudah lama, namun tetap bisa dinikmati dan tetap relevan dengan keadaan sekarang ini. Hanya saja, saat itu saya belum menemukan perbedaan signifikan antara penulisan blog dengan teknik creative non fiction dengan penulisan feature.
Baru sesudah melihat dua bocah bermain bola dengan botol air mineral, yang saya tuangkan di tulisan yang ini, saya menyadari ada perbedaan penting diantara dua jenis tulisan tersebut. Dalam tulisan tentang dua bocah itu, saya menempatkan diri sebagai sosok pengamat yang netral. Saya tidak memasukkan diri saya ke dalam tulisan tersebut. Jadi, dalam tulisan tersebut, hasrat untuk narsis dan menonjolkan perlu diredam terlebih dahulu.
Hal yang membedakan antara blog yang ditulis dengan teknik creative non fiction dengan tulisan feature adalah sudut pandangnya. Biasanya, seorang blogger mengisi blog-nya dengan tulisan-tulisan yang bersifat pribadi. Me, myself and I jika masih single atau tentang keluarga apabila sudah berkeluarga. Yang jelas, si blogger inilah yang jadi pemeran utama, yang lain hanya sebagai pemeran pendukung atau pembantu. Sehingga, tulisan - tulisan di blog cenderung dilihat dari sudut pandang orang pertama.
Untuk melatih diri menulis feature di blog, pertama-tama si blogger harus rela menuliskan tulisannya dari sudut pandang orang lain. Tiba saatnya si blogger bermain di belakang layar. Jika diumpamakan film, si blogger yang tadinya jadi bintang dalam blognya, kini berperan menjadi sutradara atau produser. Tulisan-tulisan yang dibuat lebih menonjolkan apa yang dirasakan orang yang menjadi subyek dalam tulisannya. Kebanyakan wartawan kawakan memakai pedoman ini: ‘’Kalau Anda bukan tokoh utama, jangan sebut-sebut Anda dalam tulisan Anda.’’
Menulis feature memang bukan sekedar mendeskripsikan keadaan. Namun lebih dari itu, sang penulis perlu menampilkan sisi sisi yang menggugah emosi dari yang dia tuliskan. Sehingga, sekedar mengamati tidaklah cukup. Perlu ada interaksi antar manusia di sana, antar si penulis dengan orang yang menjadi subjek tulisannya. Sehingga, muatan emosi dari orang-orang yang menjadi subyek dalam tulisan tersebut akan mempengaruhi pembacanya.
Contoh tulisan feature yang cukup menggugah ada di rubrik Ragam dalam situs Indosiar. Sebenarnya, tulisan-tulisan itu merupakan script dari acara dokumenter yang sudah tidak lagi ditayangkan oleh Indosiar. Sebagian dari acara-acara tersebut sekarang ditayangkan oleh stasiun tv favorit saya, yaitu Elshinta TV. Kisah yang ditayangkan antara lain tentang para penyelam tradisional di Pulau Tidung yang seringkali terserang kram karena mereka belum memahami pentingnya dekompresi. Mereka menganggap kram yang mereka rasakan hanya gejala masuk angin belaka. Atau kisah para petani garam di Cirebon yang pendapatannya sangat tidak menentu karena sangat tergantung cuaca. Masih banyak lagi script tayangan feature yang bisa kita baca di sana.
Semoga bermanfaat
3 komentar: