Terlepas dari pro dan kontra perayaan Hari Ibu yang jatuh tanggal 22 Desember, besarnya kasih sayang seorangibu pada anaknya tentu tidak perlu di ragukan lagi. Sejak berjuang untuk melahirkan si anak ke dunia sampai mendidik dan membesarkannya, sungguh tak terbalas jasa seorang ibu. Sehingga, berbakti pada orang tua, apalagi pada seorang ibu, menjadi sebuah amal sholeh yang besar balasannya dan merupakan kewajiban seoerang anak yang beriman pada Allah dan RasulNya.
Namun terkadang, banyak anak yang tidak menyadari hal itu dan enggan berterima kasih pada orang tua, terutama ibunya. Ibu yang melahirkannya ke dunia dan berkorban apapun yang mampu dia korbankan disia-siakan begitu saja. Bahkan, salah satau ciri akhir zaman menjelang kiamat adalah ketika budak-budak melahirkan tuannya. Artinya, banyak sekali di zaman kita sekarang ini, anak-anak yang hampir bisa dibilang memperbudak orang tuanya, terutama ibunya. Banyak dari mereka yang mendapat makanan, uang jajan dan berbagai fasilitas lain dari orang tuanya namun hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan egonya semata. Seakan-akan, para orang tua adalah rakyat yang membayar pajak untuk membiayai kemewahan hidup para raja dan bangsawan di masa lampau.
Ketika teknologi digital dan internet hadir di dunia, tontonan, hiburan dan permainan pun berubah. Permainan-permainan elektronik yang mengandalkan jaringan internet hadir mewarnai kehidupan anak-anak muda. Banyak anak muda yang menghabiskan waktu berjam-jam tanpa henti dalam permainan-permainan elektronik tersebut. Orang tua pun kesulitan mengendalikan dan mendidik anak-anak mereka. Sedikit saja terganggu saat bermain games online, banyak anak yang langsung marah-marah dan tidak bisa mengendalikan emosinya. Seringkali, ayah atau ibu mereka ada yang sampai terpaksa menyambangi warnet-warnet dan pusat-pusat persewaan permainan elektronik itu untuk mencari anak-anak mereka. Tidak mengherankan apabila Anak-anak seperti itu oleh Marc Prensky disebut Digital Natives atau penduduk asli negeri digital. Sebuah negeri dimana pertukaran informasi berlangsung serba cepat, serba artifisial dan serba gemerlapan. Sebuah dunia yang dipenuhi dengan konten Multimedia yang sensasional. Sebuah dunia yang menjanjikan kenikmatan bagi mereka yang haus akan segala macam sensasi dan kesenangan palsu nan semu. Jurang pemisah antar generasi muda yang melek digital dan generasi tua yang buta digital makin lebar dan makin sulit untuk dijembatani.
Sebagaimana sang Penyair Libanon Kahlil Gibran pernah mengatakan "Engkau dapat rumahkan tubuhnya tapi tidak jiwanya, karena jiwa mereka berada di rumah masa depan yang tak dapat kau sambangi bahkan dalam mimpi-mimpimu". Bukan tidak mungkin, rumah masa depan yang dimaksud Kahlil Gibran telah terwujud dalam dunia yang dilahirkan teknologi digital online yang ada sekarang ini. Banyak orang tua, terutama Ibu, seakan tak lagi dianggap penting oleh anak-anak yang dilahirkannya sendiri. Sebagian kaum ibu seakan tertinggal jauh oleh anak-anak mereka. Kehangatan pelukan dan kasih sayang para ibu pada anak-anaknya seolah tergantikan oleh dahsyatnya gelombang informasi dan hiburan yang dibawa oleh teknologi digital tersebut.
Kini, apalah artinya hari ibu diperingati dengan berbagai acara dan diabadikan di berbagai situs dan jejaring sosial di internet? Ketika pada saat bersamaan teknologi yang sama telah menyebabkan kasih sayang ibu tercabut dan terpisah dari anak-anaknya yang telah menjadi penduduk sebuah negeri bernama Dunia Digital.
Namun terkadang, banyak anak yang tidak menyadari hal itu dan enggan berterima kasih pada orang tua, terutama ibunya. Ibu yang melahirkannya ke dunia dan berkorban apapun yang mampu dia korbankan disia-siakan begitu saja. Bahkan, salah satau ciri akhir zaman menjelang kiamat adalah ketika budak-budak melahirkan tuannya. Artinya, banyak sekali di zaman kita sekarang ini, anak-anak yang hampir bisa dibilang memperbudak orang tuanya, terutama ibunya. Banyak dari mereka yang mendapat makanan, uang jajan dan berbagai fasilitas lain dari orang tuanya namun hanya untuk memuaskan hawa nafsu dan egonya semata. Seakan-akan, para orang tua adalah rakyat yang membayar pajak untuk membiayai kemewahan hidup para raja dan bangsawan di masa lampau.
Ketika teknologi digital dan internet hadir di dunia, tontonan, hiburan dan permainan pun berubah. Permainan-permainan elektronik yang mengandalkan jaringan internet hadir mewarnai kehidupan anak-anak muda. Banyak anak muda yang menghabiskan waktu berjam-jam tanpa henti dalam permainan-permainan elektronik tersebut. Orang tua pun kesulitan mengendalikan dan mendidik anak-anak mereka. Sedikit saja terganggu saat bermain games online, banyak anak yang langsung marah-marah dan tidak bisa mengendalikan emosinya. Seringkali, ayah atau ibu mereka ada yang sampai terpaksa menyambangi warnet-warnet dan pusat-pusat persewaan permainan elektronik itu untuk mencari anak-anak mereka. Tidak mengherankan apabila Anak-anak seperti itu oleh Marc Prensky disebut Digital Natives atau penduduk asli negeri digital. Sebuah negeri dimana pertukaran informasi berlangsung serba cepat, serba artifisial dan serba gemerlapan. Sebuah dunia yang dipenuhi dengan konten Multimedia yang sensasional. Sebuah dunia yang menjanjikan kenikmatan bagi mereka yang haus akan segala macam sensasi dan kesenangan palsu nan semu. Jurang pemisah antar generasi muda yang melek digital dan generasi tua yang buta digital makin lebar dan makin sulit untuk dijembatani.
Sebagaimana sang Penyair Libanon Kahlil Gibran pernah mengatakan "Engkau dapat rumahkan tubuhnya tapi tidak jiwanya, karena jiwa mereka berada di rumah masa depan yang tak dapat kau sambangi bahkan dalam mimpi-mimpimu". Bukan tidak mungkin, rumah masa depan yang dimaksud Kahlil Gibran telah terwujud dalam dunia yang dilahirkan teknologi digital online yang ada sekarang ini. Banyak orang tua, terutama Ibu, seakan tak lagi dianggap penting oleh anak-anak yang dilahirkannya sendiri. Sebagian kaum ibu seakan tertinggal jauh oleh anak-anak mereka. Kehangatan pelukan dan kasih sayang para ibu pada anak-anaknya seolah tergantikan oleh dahsyatnya gelombang informasi dan hiburan yang dibawa oleh teknologi digital tersebut.
Kini, apalah artinya hari ibu diperingati dengan berbagai acara dan diabadikan di berbagai situs dan jejaring sosial di internet? Ketika pada saat bersamaan teknologi yang sama telah menyebabkan kasih sayang ibu tercabut dan terpisah dari anak-anaknya yang telah menjadi penduduk sebuah negeri bernama Dunia Digital.
2 komentar: