Fenomena pengumpulan koin untuk ibu Mulyasari saat ini mendominasi jagat pemberitaan media di negeri kita. Baik media cetak atau elektronik. Baik media konvensional atau internet.
Ibu Prita mulyasari, yang didenda habis2an oleh RS Omni, mendapat dukungan berupa pengumpulan koin oleh masyarakat. Kenal atau tidak kenal, banyak orang mengumpulkan uang receh alias koin untuk membantu. Membantu ibu Prita dengan koin-koin yang kelihatannya kecil dan remeh. Namun, dalam waktu yang relatif singkat, koin-koin itu mencapai jumlah yang fantastis. Total berat koin-koin yang terkumpul itu mencapai Enam Ton menurut situs kantor berita Antara.

Sungguh, begitu banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa ini. Bahkan mungkin lebih banyak daripada jumlah nominal koin-koin itu sendiri.
1. Sesuatu yang kecil, apabila dikumpulkan dengan tekun dan massive akan menjadi besar. Sedikit demi sedikit, lama lama menjadi bukit, demikian kata pepatah. Koin-koin tersebut telah menjadi bukti, bila ditumpuk pasti akan jadi bukit yang sebenarnya. Secara nominal, kekuatan sebuah koin sangat lemah. sebuah koin 500 rupiah hanya bisa untuk membeli 3 butir permen di warung-warung rokok.
Namun, bila dikumpulkan dengan sungguh-sungguh, jumlah nominal ratusan juta bisa tercapai. Jumlah yang lebih dari cukup untuk membayar denda Ibu Prita.
2. Koin-koin itu bisa jadi simbol kekuatan yang timbul apabila yang lemah bersatu. Kebersamaan adalah hal yang penting bagi kita, apapun profesi atau kegiatan yang kita lakukan. Kekuatan sesungguhnya hanya ada pada persatuan yang sinergis. Kita sendirian boleh saja lemah, bagaikan sebutir koin. Namun, saat kita bersatu padu, banyak sekali hal yang bisa kita lakukan. Sebagaimana koin-koin kecil bernominal rendah bisa menolong Ibu Prita.
3. Koin-koin itu bisa menjadi bukti bahwa kita semua bisa membantu sesama. Kita tidak perlu menunggu sampai kaya raya baru membantu orang lain. Apalagi masih ada ribuan bahkan jutaan "Ibu Prita" di luar sana. Orang-orang yang terzalimi baik oleh institusi kapitalis atau sistem sosial hasil peradaban yang zalim. Orang-orang yang hidupnya terlilit kemiskinan ekstrem. Contohnya seperti dalam kisah-kisah yang pernah saya tulis, antara lain: Almarhumah Ibu Marhumah di desa Jagabita ibu yang meninggal sebelum dapat bantuan dari baksos komunitas MP Indonesia di sana, Pak tua pemungut sampah dan
Tukang Rabuk. Mereka hanya sedikit dari jutaan orang yang memerlukan dukungan dan bantuan agar bisa keluar dari lilitan kemiskinan.
4. Koin-koin itu juga bukti bahwa uang receh sesungguhnya punya kekuatan besar. Muhammad Yunus, pemenang Nobel Perdamaian tahun 2006, mengatakan bahwa kemiskinan sebenarnya bukan karena kemalasan orang-orang miskin. Tetapi lebih merupakan kezaliman dari sistem sosial yang "membonsai" potensi masyarakat miskin tersebut. Dengan uang yang nominalnya kecil tetapi cukup, orang-orang miskin bisa bangkit dan menata kehidupannya lebih baik.
“Untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia, kita tidak perlu mengemis utang kepada IMF atau memerlukan bantuan dari asing. Jika 10% orang terkaya di Indonesia rela memberikan 20% penghasilannya (bukan harta atau asetnya) maka tidak ada lagi orang miskin di Indonesia pada tahun itu.” (H.S. Dillon, Kompas, 17 Oktober 2006)
Kata-kata H.S. Dillon di atas dikutip dari artikel berikut ini.
Kasus Prita mungkin sudah berakhir dengan dicabutnya gugatan terhadap beliau oleh RS Omni. Namun, kita semua masih punya kewajiban untuk membantu sesama. Kewajiban yang tidak akan berakhir selama masih ada hayat di kandung badan dan masih merajalelanya kemiskinan. Baik di negeri tercinta ini atau di mana pun.
Insya Allah kita semua bisa melakukan hal tersebut. kalau tidak, malu dong sama koin ....

Semoga bermanfaat
by Muhammad Nahar
http://kopiradix.multiply.com/
http://naharseft49.multiply.com/
http://perenungancinta.blogspot.com/
Gambar-gambar dari Wikipedia
1 komentar: