Pajak telah lama dijadikan alat untuk memeras rakyat terutama di negara jajahan. Koloni-koloni Inggris yang menjadi cikal bakal Amerika Serikat sekarang pernah melemparkan berpeti - peti teh yang akan dikirim ke Inggris. Dengan menyamar sebagai suku Indian, mereka memprotes pajak yang dibebankan pada mereka dengan cara melempar peti-peti tersbut ke dalam laut di pelabuhan di Boston. Peristiwa itu dikenal dalam sejarah dengan Boston Tea Party.
Contoh lain penerapan pajak yang sangat zalim terjadi di Prancis saat masih berbentuk kerajaan monarki. Pada masa pemerintahan Raja Louis XIV, Prancis banyak berperang dengan negara - negara tetangganya. Biaya peperangan dan tentara diambil dari pajak yang dibebankan pada rakyat yang sudah terhimpit kemiskinan. Para bangsawan dan keluarga kerajaan Prancis waktu itu malah bermewah -mewah di atas penderitaan rakyat. Pajak - pajak yang menghimpit dan membebani jauh di luar batas kemampuan menyebabkan Prancis terbakar Revolusi yang berdarah darah.
Zaman sekarang pun banyak orang yang membayar pajak dengan setengah hati. Mereka seakan tidak rela hasil kerja keras bercucuran keringat mereka harus dipotong pajak yang harus diserahkan kepada nagera. Apalagi dengan terungkapnya berbagai kasus mafia pajak dengan aktornya yang terkenal itu. Orang yang seharusnya dipenjara namun ternyata leluasa berpesiar ke luar negeri. Betapa kecewanya para pembayar pajak yang akhirnya mengetahui bahwa ternyata uang pajaknya hanya terpakai untuk menghidupi para mafia yang hidup bergelimang kemewahan. Sehingga tidak mengherankan apabila ada ulama Islam yang menghukumi pajak sebagai sesuatu yang haram.
Wikileaks
Seakan belum puas menelanjangi aib, kejahatan dan kekejaman negara adikuasa AS dan para sekutunya, situs pembocor berita kontroversial Wikileaks kembali membuat sensasi baru. Mereka berencana membocorkan para pengemplang pajak dari kalangan pemerintahan, korporasi dan selebriti. Situs tersebut juga sedang bersiap - siap mengoyak tabir yang selama ini meliputi sebuah tempat penyimpanan uang haram terkokoh di dunia: SWISS BANK. Pembocornya adalah mantan pegawai salah satu bank di negara yang selalu netral dalam setiap konflik tersebut. Berita selengkapnya ada di situs yang ini
Bank-bank di Swiss sudah lama menjadi rahasia umum dikenal sebagai tempat penyimpanan harta dan uang yang haram, tidak jelas sumbernya atau bahkan berdarah-darah. Bahkan, dalam salah satu adegan film Street Fighter, yang diambil dari sebuah permainan perkelahian yang sangat terkenal di er 90, ada penyebutan bank Swiss. Saat itu Jendral Bison, si diktator yang sadis dan kejam, bertanya pada salah satu anteknya Dee Jay, "apakah mereka sudah men-transfer uang yang diminta ke rekening bankku di Swiss?" begitu kira-kira dialognya.
Z.A. Maulani, dalam buku Zionisme, Gerakan Menaklukkan Dunia, menjelaskan tentang penjualan aset-aset negara oleh para pejabat keuangan. Dalam buku tersebut, ZA Maulani mengutip perkataan Joseph Stiglitz sebagai berikut:
“Kita bisa melihat bagaimana mata para pejabat keuangan di negara penerima bantuan itu terbelalak, tatkala mengetahui prospek ‘pemberian’ 10% komisi beberapa milyar dolar yang akan dibayarkan langsung ke rekening pribadi yang bersangkutan di suatu bank Swiss, yang diambilkan dari harga penjualan aset nasional mereka tadi”. Hal. 199
10 persen dari uang trilyunan memang bukan jumlah yang kecil. Tidak mengherankan apabila Joseph Stiglitz menyebut program Privatisasi itu sebagai Program Penyuapan.
Knight Templars dan Swiss
Harun Yahya dalam bukunya, Knight Templars, menyebutkan bahwa cikal bakal negara Swiss adalah kaum Templars yang melarikan diri dari Prancis saat Raja dan Paus beserta pasukan mereka melancarkan serangan mendadak pada tanggal 13 Oktober 1307. Meskipun sebagian besar ksatria Templars tertangkap dan terbunuh, termasuk Grand Master Jacques de Molay, namun cukup banyak dari mereka yang berhasil melarikan diri. Pengetahuan dan keterampilan kaum templars dalam perbankan, ekonomi dan keuangan sangat mempengaruhi cikal bakal pendirian bank-bank di Swiss. Kemampuan mereka mengelola keuangan para bangsawan Eropa dan segala rahasia yang ada di baliknya adalah cetak biru yang sempurna untuk sebuah benteng penyimpanan harta benda yang kukuh.
Dalam salah satu edisi majalah Eramuslim Digest disebutkan bahwa penggunaan kertas sebagai alat tukar dipelopori para penerus ksatria-ksatria Templars tersebut. Karena didorong oleh keserakahan yang tak kenal batas, para bankir tersebut tergoda untuk mencetak bukti kepemilikan emas lebih banyak daripada jumlah emas yang ada. Toh para pemilik emas itu tidak akan mengambil emasnya sekaligus dalam satu waktu, demikian menurut pemikiran mereka. Begitulah cikal bakal uang kertas yang kita kenal sekarang, yang tidak lebih dari bukti kepemilikan. Kalau zaman dahulu surat itu merupakan bukti kepemilikan emas yang dititipkan di bank-bank warisan para ksatria Templars, uang zaman sekarang benar-benar merupakan ilusi, hanya angkanya saja yang besar. Bahkan nilainya terus menerus digerus inflasi sehingga nilai intrisiknya hampa belaka. Tidak mengherankan apabila banyak orang menghalalkan segala cara untuk memperoleh dan menumpuk lembaran-lembaran hampa makna tersebut.
Kesimpulan
Sambil menunggu Wikileaks mengeluarkan data-data tentang para pengemplang pajak yang selama ini merusak dan memiskinkan dunia, kita hanya bisa kembali pada diri kita sendiri. Pada akhirnya semua kembali pada pilihan kita masing-masing. Akankah masih menggunakan sistem yang ternyata telah lama direkaya musuh-musuh Allah SWT dan RasulNya atau kembali pada ajaran SyariatNya, termasuk dalam hal keuangan dan muamalah. Kita bebas untuk memilih namun kita tidak bebas untuk memilih konsekwensi dari pilihan kita tersebut.
yang terbaik hanyalah
segeralah bersujud
mumpung kita masih
diberi waktu
du du du du ..
Semoga bermanfaat
Contoh lain penerapan pajak yang sangat zalim terjadi di Prancis saat masih berbentuk kerajaan monarki. Pada masa pemerintahan Raja Louis XIV, Prancis banyak berperang dengan negara - negara tetangganya. Biaya peperangan dan tentara diambil dari pajak yang dibebankan pada rakyat yang sudah terhimpit kemiskinan. Para bangsawan dan keluarga kerajaan Prancis waktu itu malah bermewah -mewah di atas penderitaan rakyat. Pajak - pajak yang menghimpit dan membebani jauh di luar batas kemampuan menyebabkan Prancis terbakar Revolusi yang berdarah darah.
Zaman sekarang pun banyak orang yang membayar pajak dengan setengah hati. Mereka seakan tidak rela hasil kerja keras bercucuran keringat mereka harus dipotong pajak yang harus diserahkan kepada nagera. Apalagi dengan terungkapnya berbagai kasus mafia pajak dengan aktornya yang terkenal itu. Orang yang seharusnya dipenjara namun ternyata leluasa berpesiar ke luar negeri. Betapa kecewanya para pembayar pajak yang akhirnya mengetahui bahwa ternyata uang pajaknya hanya terpakai untuk menghidupi para mafia yang hidup bergelimang kemewahan. Sehingga tidak mengherankan apabila ada ulama Islam yang menghukumi pajak sebagai sesuatu yang haram.
Wikileaks
Seakan belum puas menelanjangi aib, kejahatan dan kekejaman negara adikuasa AS dan para sekutunya, situs pembocor berita kontroversial Wikileaks kembali membuat sensasi baru. Mereka berencana membocorkan para pengemplang pajak dari kalangan pemerintahan, korporasi dan selebriti. Situs tersebut juga sedang bersiap - siap mengoyak tabir yang selama ini meliputi sebuah tempat penyimpanan uang haram terkokoh di dunia: SWISS BANK. Pembocornya adalah mantan pegawai salah satu bank di negara yang selalu netral dalam setiap konflik tersebut. Berita selengkapnya ada di situs yang ini
Bank-bank di Swiss sudah lama menjadi rahasia umum dikenal sebagai tempat penyimpanan harta dan uang yang haram, tidak jelas sumbernya atau bahkan berdarah-darah. Bahkan, dalam salah satu adegan film Street Fighter, yang diambil dari sebuah permainan perkelahian yang sangat terkenal di er 90, ada penyebutan bank Swiss. Saat itu Jendral Bison, si diktator yang sadis dan kejam, bertanya pada salah satu anteknya Dee Jay, "apakah mereka sudah men-transfer uang yang diminta ke rekening bankku di Swiss?" begitu kira-kira dialognya.
Z.A. Maulani, dalam buku Zionisme, Gerakan Menaklukkan Dunia, menjelaskan tentang penjualan aset-aset negara oleh para pejabat keuangan. Dalam buku tersebut, ZA Maulani mengutip perkataan Joseph Stiglitz sebagai berikut:
“Kita bisa melihat bagaimana mata para pejabat keuangan di negara penerima bantuan itu terbelalak, tatkala mengetahui prospek ‘pemberian’ 10% komisi beberapa milyar dolar yang akan dibayarkan langsung ke rekening pribadi yang bersangkutan di suatu bank Swiss, yang diambilkan dari harga penjualan aset nasional mereka tadi”. Hal. 199
10 persen dari uang trilyunan memang bukan jumlah yang kecil. Tidak mengherankan apabila Joseph Stiglitz menyebut program Privatisasi itu sebagai Program Penyuapan.

Knight Templars dan Swiss
Harun Yahya dalam bukunya, Knight Templars, menyebutkan bahwa cikal bakal negara Swiss adalah kaum Templars yang melarikan diri dari Prancis saat Raja dan Paus beserta pasukan mereka melancarkan serangan mendadak pada tanggal 13 Oktober 1307. Meskipun sebagian besar ksatria Templars tertangkap dan terbunuh, termasuk Grand Master Jacques de Molay, namun cukup banyak dari mereka yang berhasil melarikan diri. Pengetahuan dan keterampilan kaum templars dalam perbankan, ekonomi dan keuangan sangat mempengaruhi cikal bakal pendirian bank-bank di Swiss. Kemampuan mereka mengelola keuangan para bangsawan Eropa dan segala rahasia yang ada di baliknya adalah cetak biru yang sempurna untuk sebuah benteng penyimpanan harta benda yang kukuh.
Dalam salah satu edisi majalah Eramuslim Digest disebutkan bahwa penggunaan kertas sebagai alat tukar dipelopori para penerus ksatria-ksatria Templars tersebut. Karena didorong oleh keserakahan yang tak kenal batas, para bankir tersebut tergoda untuk mencetak bukti kepemilikan emas lebih banyak daripada jumlah emas yang ada. Toh para pemilik emas itu tidak akan mengambil emasnya sekaligus dalam satu waktu, demikian menurut pemikiran mereka. Begitulah cikal bakal uang kertas yang kita kenal sekarang, yang tidak lebih dari bukti kepemilikan. Kalau zaman dahulu surat itu merupakan bukti kepemilikan emas yang dititipkan di bank-bank warisan para ksatria Templars, uang zaman sekarang benar-benar merupakan ilusi, hanya angkanya saja yang besar. Bahkan nilainya terus menerus digerus inflasi sehingga nilai intrisiknya hampa belaka. Tidak mengherankan apabila banyak orang menghalalkan segala cara untuk memperoleh dan menumpuk lembaran-lembaran hampa makna tersebut.

Kesimpulan
Sambil menunggu Wikileaks mengeluarkan data-data tentang para pengemplang pajak yang selama ini merusak dan memiskinkan dunia, kita hanya bisa kembali pada diri kita sendiri. Pada akhirnya semua kembali pada pilihan kita masing-masing. Akankah masih menggunakan sistem yang ternyata telah lama direkaya musuh-musuh Allah SWT dan RasulNya atau kembali pada ajaran SyariatNya, termasuk dalam hal keuangan dan muamalah. Kita bebas untuk memilih namun kita tidak bebas untuk memilih konsekwensi dari pilihan kita tersebut.
yang terbaik hanyalah
segeralah bersujud
mumpung kita masih
diberi waktu
du du du du ..
Semoga bermanfaat

Tidak ada komentar:
Posting Komentar