Senin, 01 Agustus 2011

Siapa bilang orang miskin dilarang puasa Ramadhan

Sebuah tulisan dengan judul provokatif muncul di blog platform Kompasiana.  Tulisan itu berjudul Kenapa Orang Miskin Dilarang Puasa Ramadhan?.  Intinya sih, si penulis mempertanyakan apakah orang miskin masih perlu puasa di bulan Ramadhan, padahal hampir setiap bulan dalam setahun mereka terus menerus puasa.  Tulisan itu memang lebih dari cukup untuk membuat orang yang punya ghirah / kecemburuan pada agamanya walau hanya sedikit mendidih dalam emosi.  Nmaun, bila kita cermati lebih jauh, ada kritik membangun yang bisa kita manfaatkan walaupun penulisnya memang sudah mengakui bahwa dirinya adalah setan.  Mungkin salah satu setan yang ada dalam Al Quran yang berwujud manusia yang disebutkan dalam surat ke 114, An Naas.

Puasa atau shaum Ramadhan adalah kewajiban kaum muslimin, baik miskin ataupun kaya.  Jadi tentu tidak ada alasan bagi kita untuk melarang orang miskin puasa.  Yang harus diperbaiki adalah paradigma kita tentang puasa itu sendiri. Sebagaimana ibadah-ibadah yang lain, puasa pun telah terdegradasi menjadi ritual hampa makna yang datang setahun sekali.  Apabila sudah mampu menahan lapar dan haus dari pagi sampai adzan maghrib berkumandang, sudah dianggap lunas hutang, gugur kewajiban dan pahala sudah di tangan.  Sehingga, sudah entah berapa kali Ramadhan bertandang setiap tahun, hampir tidak ada perubahan berarti yang terjadi di negeri ini.  

Di sisi lain, kemiskinan adalah masalah umat Islam yang tidak bisa dipandang sebelah mata.  Meskipun ghirah untuk berbagi dan bersedekah sudah mulai menggema, namun semua masih jauh dari harapan pengentasan kemiskinan. Masih banyak diantara jamaah dan organisasi Islam yang kurang memperhatikan masalah kemiskinan umat ini.  Pak AM Waskito, penulis buku Republik Bohong, menyebutkan hal itu dalam blog beliau di bagian pemikiran.   Padahal, sebagaimana disebutkan dalam Surat Al Baqarah ayat 2, salah satu ciri orang bertaqwa adalah suka membagi rezeki yang diperoleh dengan jalan halal kepada mereka yang membutuhkan.  Tentu yan dimaksud dalam ayat tersebut termasuk pula ijtihad untuk menentukan ke mana harta tersebut disalurkan agar pembagiannya efektif.  Islam sangat mengecam orang-orang yang bakhil dan mengangkangi harta mereka sehingga peredarannya menjadi terbatas.   Dalam as-Sunan al-Kubra, al-Baihaqi menuturkan pernyataan tegas Ali bin Abi Thalib ra, “Allah telah mewajibkan kepada orang-orang kaya agar memberikan hartanya sebanyak yang dapat mencukupi kebutuhan orang-orang miskin. Karena itu, jika orang-orang miskin itu kelaparan, tidak berpakaian dan menderita, maka penyebabnya adalah orang-orang kaya itu enggan memberi. Allah pasti akan menghisab dan mengazab mereka karena sikapnya itu.”  Namun, seringkali orang mengatakan bahwa ancaman adzab itu sebagai omong kosong dan dongengan belaka.  Sebagaimana kaum-kaum terdahulu mengatakan kepada para nabi mereka "Datangkanlah adzab itu jika engkau termasuk orang yang benar".    

Persoalan kemiskinan diperparah lagi dengan kinerja lembaga-lembaga keuangan international yang lemah kinerjanya.  Banyak pihak yang mencurigai bahwa lembaga-lembaga itu adalah perpanjangan tangan pengusaha kapitalis dan imprealis untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya di negeri-negeri dunia III yang miskin.  Salah satu pihak yang mengkritik kinerja lembaga-lembaga tersebut adalah Muhammad Yunus dalam buku autobiografinya, Bank Kaum Miskin.  Yunus menganggap lembaga-lembaga keuangan interational itu terlalu sombong untuk belajar dari orang-orang miskin agar dapat memberi solusi yang efektif dari permasalahan mereka.  Tepat sekali sesuai dalam buku 'THE WHITE MAN'S BURDEN' karya William Easterly, profesor di New York University yang juga mengatakan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat harus tumbuh dari SEARCHER yang mencari solusi yang membumi, yang sesuai dengan keadaan di lapangan bukan dari PLANNER yang menyusun program, cetak biru berdasarkan teori-teori yang sudah ada.   

Namun, terkadang orang miskin pun memanfaatkan kelemahan mereka untuk memperoleh apa yang mereka inginkan secara gratis.  Mereka lebih suka meminta-minta daripada berusaha untuk memenuhi kebutuha mereka sendiri.  Banyak orang yang masih sehat lebih suka meminta-minta di jalanan daripada mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan mereka.  Bahkan saat bencana melanda sekalipun, para relawan yang akan membantu malah dibebani oleh mereka sendiri.  Mereka malah minta upah saat diminta membantu para relawan mengangkat mayat atau menurunkan barang bantuan dari kendaaraan.  Saat menjelang pemilu dan pilkada, mendadak uang dibagi-bagikan kepada masyarakat untuk mempengaruhi mereka agar memilih partai atau calon tertentu.  Tidak mengherankan apabila yang naik ke panggung kekuasaan di negeri ini adalah orang-orang yang gila harta dan haus kekuasaan.

Dalam salah satu hadits, diriwayatkan bahwa Malaikat Jibril pernah mengatakan kepada Rasulullah SAW tentang kehidupan ini.  Dari Sahal bin Sa’ad r.a., ia berkata, “Malaikat Jibril A.S. datang kepada Nabi SAW. lalu berkata, ‘Wahai Muhamad, hiduplah sebebas-bebasnya, akhirnya pun kamu akan mati. Berbuatlah semaumu, pasti akan dapat balasan. Cintailah orang yang engkau mau, pasti kamu akan berpisah. Kemuliaan orang mukmin dapat diraih dengan melakukan shalat malam, dan harga dirinya dapat ditemukan dengan tidak (terlalu sering) minta-minta pertolongan orang lain.’”

Allah SWT menegaskan bahwa shaum Ramadhan diwajibkan agar kaum muslimin menjadi orang-orang yagn bertaqwa.  Hahkan dalam hadits qudsi, Allah SWT menegaskan bahwa balasan pahala seseorang yang berpuasa ditentukan sendiri oleh Allah SWT. Bisa jadi, sesudah berpuasa seseorang mendapat balasan yang luar biasa dan dihapuskan dosanya hingga kembali pada fitrahnya sebagai seorang manusia. Bisa juga dia tidak mendapat apa-apa kecuali lapar dan haus semata. Hal itu hanya dapat diketahui saat semua manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar saat semua amalnya diperiksa dan apa saja yang dilakukan saat hidup di dunia dipertanggungjawabkan.  Namun, masih jauhnya hasil dari pengentasan kemiskinan dari harapan bisa dijadikan indikasi betapa rendahnya kualitas puasa Ramadhan kita selama ini.  Maka, tidak mengherankan apabila orang-orang seperti penulis tulisan di atas seakan bebas menulis dan menerbitkan tulisan-tulisannya tanpa ada keseganan pada kaum muslimin Indonesia.  Mereka seakan-akan bebas menghujat dan menghina keyakinan kaum muslimin tanpa ada konsekwensi hukum sama sekali.  

Ghirah boleh saja mendidih, bahkan memang seharusnya seperti itu.  Orang yang tidak merasakan gejolak emosi saat keyakinannya diobok-obok orang lain, seperti penulis tulisan menyakitkan itu, tentu perlu diragukan keimannannya.  Tetapi, yang namanya kepala harus tetap dingin dan harus tetap mampu berpikir.  Seperti quote yang disebutkan Bruce Lee dalam filmnya, Enter the Dragon, yang dirilis tahun 1973 "I said Emotional Content, not Anger".  Orang yang bijak adalah orang yang bisa menjadikan semua orang, bahkan orang yang memusuhinya, sebagai guru-gurunya.  Sebagaimana digagas dalam motto School of Life, "Jika semua tempat adalah sekolah, maka semua orang adalah guru".  Jadi, siapa bilang orang miskin dilarang puasa.  Yang harus dilakukan adalah perbaikan kualitas puasa dari orang-orang yang berpuasa itu sendiri, baik yang miskin ataupun kaya.  

Referensi

Bank Kaum Miskin, autobiografi Muhammad Yunus, terbitan Marjin Kiri

situs

Kenapa orang miskin dilarang puasa Ramadhan

Mengentaskan kekayaan

Manhaj Pemahaman

Pak Masril Koto, William Easterly dan Irwan Prayitno

1 komentar: