
Rating: | ★★★★ |
Category: | Movies |
Genre: | Action & Adventure |
Berhubung numpang nonton, saya nontonnya tidak lengkap. Tapi cukup untuk mengambil kesimpulan dari film tersebut. Saya akui film itu cukup bagus dan sangat menghibur, namun terlalu banyak yang didramatisir. Karena diambil dari kisah nyata, seharusnya film itu lebih mendekati kehidupan asli sang master. Namun, namanya juga film, gak seru kalau tidak didramatisir dan kurang menghibur kalau tidak ditambahi atau dibumbui. Contohnya adalah saat Yip Man hendak menolong salah satu muridnya yang ditahan para anggota perguruan lain di pasar ikan. Mula-mula Yip Man dan muridnya hanya menghadapi sedikit lawan, sehingga cukup masuk akal bila mereka menang. Namun, makin lama lawan makin banyak sehingga malah jadi seperti film-film kung fu jaman dahulu. Akhirnya, Yip Man dan muridnya malah dikeroyok ratusan orang dan tetap menang. Setidaknya mereka tetap survive karena ada seorang teman yang membantu dan berakhir kompromi. Penonton pun, setidaknya yang cerdas dan kritis, mulai bertanya tanya benar tidak sih kejadiannya seperti itu. Seperti juga saat film mendekati klimaks, ketika Yip Man berhadapan dengan Taylor "The Twister" Milos, sang petinju rasis yang benci dengan orang-orang Cina. Saat itu terjadi perkelahian super dramatis yagn sepertinya tidak mungkin terjadi dalam kehidupan nyata. Mungkin banyak yang meragukan Yip Man mampu bertahan dari gempuran pukulan Twister yang mendarat telak di kepalanya. Para petinju biasanya adalah seorang "professional fighter" yang hidupnya memang untuk bertarung dan tentunya sulit dikalahkan seorang ahli beladiri yang berlatih tidak sekeras mereka. Demikian menurut sebuah artikel dari majalah Beladiri Black Belt yang pernah saya baca. Walaupun tentu saja ada pengecualian, seperti saat Royce Gracie berhasil mengalahkan Art Jimmerson di pertandingan UFC pertama.
Namun, di luar faktor-faktor tersebut, banyak adegan perkelahian yang menarik untuk disaksikan. Teknik-teknik Wing Chun disajikan dengan apik dan mengalir sangat indah. Perkelahian-perkelahian dalam film itu sangat berbeda dengan yang biasa kita saksikan dalam film-film kungfu pada umumnya. Tidak banyak tendangan, apalagi tendangan tinggi dan tendangan sambil melompat yang dilakukan. Tendangan-tendangan yang ada sebagian besar tendangan rendah yang ditujukan untuk melumpuhkan kaki lawan, terutama di sendi lutut. Tidak seperti Taek Won Do dan banyak beladiri lainnya, Wing Chun lebih banyak menggunakan serangan tangan. Pertahanan juga sebagian besar menggunakan tangan. Wing Chun lebih mengutamakan keseimbangan dan mempertahankan "garis tengah" dari tubuh sang praktisi. Adegan latihan dengan Mok Yan Jong atau orang-orangan kayu juga ditampilkan dengan sangat apik dengan suara khas yang timbul dari benturan tangan dengan alat berlatih tersebut. Selain faktor perkelahian dan beladiri, juga ditampilkan seorang polisi korup yang suka terima sogokan dan seorang editor surat kabar yang memiliki keberanian memberitakan kebenaran. Si editor membuat berita-berita tentang kecurangan orang-orang Barat dalam pertandingan tinju yang menyebabkan kematian Hung, rival Yip Man. Konferensi pers penuh basa basi juga disajikan dengan baik, menyajikan kesombongan dan kemunafikan orang-orang Barat dan keberanian orang-orang Cina, terutama Yip Man.
Pesan-pesan kemanusiaan pun disajikan dengan baik, seperti saat Yip Man mengatakan bahwa dia tidak ingin membuktikan mana yang lebih tangguh, ilmu beladiri Cina atau tinju ala Barat. Memang, saat itu HOng Kong masih berada dalam kekuasaan kolonial Inggris. Bangsa Barat, terutama Inggris, menganggap bahwa bangsa Asia lebih rendah daripada mereka. Perbedaan warna kulit membuat bangsa Inggris merasa lebih mulia dari orang -orang Asia. Bisa jadi inilah misi film ini, untuk menggambarkan betapa berat penderitaan orang-orang Cina di bawah kekuasaan kolonial Inggris. Bagaimanapun juga film ini perlu juga disaksikan, baik oleh para pemerhati sejarah atau para praktisi beladiri, apapun alirannya. Namun, nalar kritis dan pikiran terbuka tetap perlu dipertahankan karena bisa dibilang hampir tidak ada film yang tidak mengandung propaganda di dalamnya.
Semoga bermanfaat.
7 komentar: