Taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) memiliki akar kata yang sama dengan kata ‘Qurban’ atau Kurban. Ya! kurban yang kita kenal dengan cara menyembelih hewan seperti domba, kambing, kerbau, sapi, atau unta. Kata Taqarrub dan Qurban berasal dari akar kata qaf-ra-ba, yang berarti dekat. Seperti dalam berkurban yang disyariatkan dalam ajaran Islam, bahkan jauh sebelum itu, seperti dalam kisah dua anak nabiyullah Adam As bahwa qurban adalah pola terbaik yang Allah Swt ajarkan kepada manusia untuk dapat mendekatkan diri kepada-Nya.
Sejarah membuktikan bahwa orang-orang besar yang tercatat di dalamnya adalah mereka yang suka dan rela berkorban. Mereka mengutamakan orang lain dan siap berkorban demi tujuan besar yang mereka percayai. Para nabi, pemimpin besar dan para pahlwanan adalah orang -orang yang rela berkorban, bahkan dengan penuh semangat.
Pengorbanan terbesar sepanjang sejarah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS. Beliau rela mengorbankan anak tercinta yang lama sudah dinanti kehadirannya. Nabi Ismail pun rela disembelih demi melaksankan perintah Allah SWT. Namun, saat itulah Allah SWT menunjukkan Kasih SayangNya sehingga Ismail pun diganti sembeliha kambing yang besar. Pengorbanan itu terus dikenang sepanjang masa dalma bentuk ritual pengorbanan Hewan saat Idul Adha.
Selain pengorbanan maha besar tersebut, masih banyak contoh pengorbanan lain yang tercatat dalam sejarah. Nabi Yusuf AS rela mengorbankan kebebasannya dan masuk penjara daripada menuruti kehendak istri dari pejabat yang membesarkannya. Nabi Musa rela meninggalkan kehidupan mewah di Istana Firaun karena peduli pada kaumnya, Bani Israil. Nabi Muhammad SAW juga mengorbankan kehidupan yang relatif nyaman di kalangan kafir Quraisy penyembah berhala demi mendakwahkan Islam. “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya Aku bertawakkal dan dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (At- Taubah [9]: 128-129)
Pengorbanan besar dan berat namun pemuh kemuliaan bukan monopoli para Nabi. Kaum Muhajirin dan Anshor adalah contoh lain pengorbanan yang luar biasa dalam sejarah. Oragn-orang Madinah yang menjadi penolong kaum Muhajirin disebut kaum Anshor. Para penduduk kota itu rela membagi harta kesayangan mereka dengan saudara-saudara barunya. Demikian pula dengan para pahlawan bangsa yang berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Mereka rela mengorbankan jiwa raganya demi lenyapnya penjajahan dari bumi nusantara tercinta ini.
Bencana yang melanda negeri ini memang sempat tertutup pemberitaan-pemberitaan yang lain. Mulai dari kedatangan Presiden negara adidaya nan jumawa, yang suka makan bakso, sate dan nasi goreng hingga mafia pajak seribu wajah. Namun, keadaan para pengungsi sebenarnya tidak bisa ditutupi isu apapun juga. Kehidupan mereka yang hancur berantakan dilanda bencana tidak mungkin dipulihkan hanya dalam waktu semalam. Perlu waktu lama dan biaya yang besar untuk megembalikan kehidupan masyarakat agar pulih sperti sedia kala, bahkan kalau bisa lebih baik lagi. Bantuan yang mereka butuhkan masih besar sehingga ladang amalnya pun besar. Semangat berjuang dan berkorban tidak boleh kendur demi kemaslahantan sesama.
Idul Adha adalah bagian dari ritual agama Islam yang harus dilaksanakan sesuai tuntunan syariat. Namun, semangat berkorban harus terus ada sepanjang hayat masih dikandung badan. Apalagi dengan adanya beragam bencana yang datang silih berganti. Adalah bencana yang lebih besar lagi apabila semangat berkorban itu menjadi redup. Kepedulian pun hilang bagai lilin padam ditiup angin.
Pengorbanan adalah harga yang harus kita bayar untuk mensyukuri nikmat Allah SWT yang bahkan tak dapat kita hitung. Mulai dari udara yang kita hirup, makanan yang kita makan dan masih banyak lagi. Sungguh, pengorbanan kita sangat tidak sebandiing dengna semua nikmat anugerahNya. Bahkan bukan tidak mungkin di luar sana ada banyak orang yang tingkat pengorbanannya jauh lebih tinggi dari pengorbanan kita. Arvan Pradiyansyah, dalam sebuah talkshow di radio swasta, pernah mengatakan bahwa tidak ada makan siang yang gratis di udnia ini. Namun, kita diberi pilihan untuk menikmati dahulu atau membayar dahulu. Membayar dulu disebut investasi dan menikmati dahulu bakal kena pembayaran di belakang yang disebut biaya. Dan biaya selalu lebih besar daripada investasi. Sehingga bisa kita simpulkan bahwa pilihan kita hanya dua: berkorban atau menjadi korban. Dan menjadi korban jauh lebih berat daripada berkorban sejak awal dengan niat ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT. Orang yang enggan berkorban sesungguhnya sedang melakukan pengorbanan yang sia-sia. Bahkan, yang dikorbankan adalah dirinya sendiri.
Semoga bermanfaat
Sejarah membuktikan bahwa orang-orang besar yang tercatat di dalamnya adalah mereka yang suka dan rela berkorban. Mereka mengutamakan orang lain dan siap berkorban demi tujuan besar yang mereka percayai. Para nabi, pemimpin besar dan para pahlwanan adalah orang -orang yang rela berkorban, bahkan dengan penuh semangat.
Pengorbanan terbesar sepanjang sejarah dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS. Beliau rela mengorbankan anak tercinta yang lama sudah dinanti kehadirannya. Nabi Ismail pun rela disembelih demi melaksankan perintah Allah SWT. Namun, saat itulah Allah SWT menunjukkan Kasih SayangNya sehingga Ismail pun diganti sembeliha kambing yang besar. Pengorbanan itu terus dikenang sepanjang masa dalma bentuk ritual pengorbanan Hewan saat Idul Adha.
Selain pengorbanan maha besar tersebut, masih banyak contoh pengorbanan lain yang tercatat dalam sejarah. Nabi Yusuf AS rela mengorbankan kebebasannya dan masuk penjara daripada menuruti kehendak istri dari pejabat yang membesarkannya. Nabi Musa rela meninggalkan kehidupan mewah di Istana Firaun karena peduli pada kaumnya, Bani Israil. Nabi Muhammad SAW juga mengorbankan kehidupan yang relatif nyaman di kalangan kafir Quraisy penyembah berhala demi mendakwahkan Islam. “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang Mukmin. Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah: ‘Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya Aku bertawakkal dan dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (At- Taubah [9]: 128-129)
Pengorbanan besar dan berat namun pemuh kemuliaan bukan monopoli para Nabi. Kaum Muhajirin dan Anshor adalah contoh lain pengorbanan yang luar biasa dalam sejarah. Oragn-orang Madinah yang menjadi penolong kaum Muhajirin disebut kaum Anshor. Para penduduk kota itu rela membagi harta kesayangan mereka dengan saudara-saudara barunya. Demikian pula dengan para pahlawan bangsa yang berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Mereka rela mengorbankan jiwa raganya demi lenyapnya penjajahan dari bumi nusantara tercinta ini.
Bencana yang melanda negeri ini memang sempat tertutup pemberitaan-pemberitaan yang lain. Mulai dari kedatangan Presiden negara adidaya nan jumawa, yang suka makan bakso, sate dan nasi goreng hingga mafia pajak seribu wajah. Namun, keadaan para pengungsi sebenarnya tidak bisa ditutupi isu apapun juga. Kehidupan mereka yang hancur berantakan dilanda bencana tidak mungkin dipulihkan hanya dalam waktu semalam. Perlu waktu lama dan biaya yang besar untuk megembalikan kehidupan masyarakat agar pulih sperti sedia kala, bahkan kalau bisa lebih baik lagi. Bantuan yang mereka butuhkan masih besar sehingga ladang amalnya pun besar. Semangat berjuang dan berkorban tidak boleh kendur demi kemaslahantan sesama.
Idul Adha adalah bagian dari ritual agama Islam yang harus dilaksanakan sesuai tuntunan syariat. Namun, semangat berkorban harus terus ada sepanjang hayat masih dikandung badan. Apalagi dengan adanya beragam bencana yang datang silih berganti. Adalah bencana yang lebih besar lagi apabila semangat berkorban itu menjadi redup. Kepedulian pun hilang bagai lilin padam ditiup angin.
Pengorbanan adalah harga yang harus kita bayar untuk mensyukuri nikmat Allah SWT yang bahkan tak dapat kita hitung. Mulai dari udara yang kita hirup, makanan yang kita makan dan masih banyak lagi. Sungguh, pengorbanan kita sangat tidak sebandiing dengna semua nikmat anugerahNya. Bahkan bukan tidak mungkin di luar sana ada banyak orang yang tingkat pengorbanannya jauh lebih tinggi dari pengorbanan kita. Arvan Pradiyansyah, dalam sebuah talkshow di radio swasta, pernah mengatakan bahwa tidak ada makan siang yang gratis di udnia ini. Namun, kita diberi pilihan untuk menikmati dahulu atau membayar dahulu. Membayar dulu disebut investasi dan menikmati dahulu bakal kena pembayaran di belakang yang disebut biaya. Dan biaya selalu lebih besar daripada investasi. Sehingga bisa kita simpulkan bahwa pilihan kita hanya dua: berkorban atau menjadi korban. Dan menjadi korban jauh lebih berat daripada berkorban sejak awal dengan niat ikhlas hanya mengharap ridho Allah SWT. Orang yang enggan berkorban sesungguhnya sedang melakukan pengorbanan yang sia-sia. Bahkan, yang dikorbankan adalah dirinya sendiri.
Semoga bermanfaat
3 komentar: