Sabtu, 19 November 2011

[Opini] SEA Games vs Point Blank

Selama SEA Games di Palembang berlangsung, beberapa sekolah meliburkan murid-muridnya.  Namun, tujuan diliburkannya para siswa itu sepertinya kurang maksimal tercapai, jika tidak ingin dikatakan gagal atau sia-sia belaka.  Anak-anak itu lebih memanfaatkan kesempatan libur itu untuk kepentingan dan kesenangan mereka sendiri. Salah satunya adalah dengan bermain games online di warnet-warnet yang menyediakan.  

Memang, mereka tidak sepenuhnya libur.  Ada juga yang mendapat tugas yagn berkaitan dengan SEA Games.  Ada yang mengerjakan dengan baik namun ada juga yang sekedar copy paste dari internet.  Selesai copas, edit sedikit lalu tinggal print.  Bahkan terkadang perlu dibantu orang lain yang lebih paham komputer.  Nilai pun sudah di tangan sehingga waktu libur bisa dinikmati dengan kesenangan, termasuk main games online seperti Point Blank.  Lebih seru dan menghibur, demikian mungkin menurut mereka.  Point Blank memang salah satu games online paling top saat ini.  Permainan tembak-tembakan dengan sudut pandang orang pertama itu menyajikan grafis yang kinclong, beragam senjata dan lingkungan 3D yang dinamis.  Tidak hanya melawan manusia, ada juga yang sampai lawan dinosaurus.  Daripada nonton pertandingan yang bahkan mereka tidak pahami aturan mainnya, enakan main Point Blank yang sesuai dengan selera mereka.  Entah apakah nanti di sekolah otak mereka ikutan blank atau tidak.

Tidak bisa sepenuhnya disalahkan ke mereka memang.  Seperti yang pernah dikatakan salah seorang pengurus Komunitas Anak Langit di Tangerang, "Kita usahakan agar mereka tidak merasa terjajah, baik secara pemikiran maupun tingkah laku.  Sehingga, satu saaat mereka akan sadar uang dan sadar waktu".  Seringkali, tugas-tugas sekolah dirasakan lebih sebagai beban dan pemaksaan dibandingkan proses pendidikan dan pembelajaran.  Anak pun merasa terjajah dan terbebani.  Sehingga, boro-boro mendukung atlet SEA Games, mendingan main Point Blank atau permainan-permainan lainnya.  Sepintas terkesan egois, namun kalau ditelaah lebih dalam bisa jadi karena sejak awalnya SEA Games ini sudah bermasalah.  Terlebih adanya tayangan sinetorn korupsi yang melibatkan para petinggi partai penguasa.  Sehingga, tidak mengherankan apabila masyarakat, termasuk anak-anak, banyak menganggap bahwa SEA Games ini tak lebih dari ajang korupsi ramai-ramai.  Tidak lebih dari itu.

Harga diri sebuah bangsa terletak pada kemampuan para pemimpinnya menyejahterakan rakyatnya.  Pada gelandangan yang mati karena sakit dan kelaparan dekat Pejaten Village, pada tukang becak yang meninggal karena lelah dan lapar, pada sosok alm. Ibu Marhumah di Jagabita, terkuaklah aib dan kelalaian penguasa.  Para penguasa yang bermewah-mewah di saat rakyatnya melarat, yang kaya raya sementara rakyatnya miskin dan kenyang saat rakyatnya lapar.   Teringat kembali akan kata-kata sang Maestro Manajemen, Peter F. Drucker, "Tidak ada negara yang miskin, yang ada adalah negara salah urus".  


Seorang anak kecil bertubuh dekil

Tertidur berbantal sebelah lengan
Berselimut debu jalanan

Rindang pohon jalan menunggu rela
Kawan setia sehabis bekerja
Siang di seberang sebuah istana
Siang di seberang istana sang raja


Reff I:
Kotak semir mungil dan sama dekil
Benteng rapuh dari lapar memanggil
Gardu dan mata para penjaga
Saksi nyata....... Yang sudah terbiasa

Tamu negara tampak terpesona
Mengelus dada gelengkan kepala
Saksikan perbedaaan yang ada

Reff II:
Sombong melangkah istana yang megah
Seakan meludah di atas tubuh yang resah
Ribuan jerit di depan hidungmu
Namun yang ku tau.... Tak terasa terganggu


Kembali ke: reff I & reff II

Gema azan ashar sentuh telinga
Buyarkan mimpi si kecil siang tadi
Dia berjalan malas melangkahkan kaki
Di raihnya mimpi di genggam tak di letakkan...
Lagi...

Siang Seberang Istana, Iwan Fals

 

 

2 komentar: