“Bayangkan jika anak kita yang memerlukan lalu donornya bilang, maaf saya lagi kerja gak bisa diganggu, silakan pendarahan aja, gimana? Sedih kan?” begitu kata mbak Ina Madjidhan di twitter saat menanggapi pertanyaan saya tentang donor darah Afaresis.
Jawaban telak mbak Ina itu membuat saya tertegun dan tersentak. Ada perasaan bersalah yang sangat dalam karena sudah banyak mengurangi kegiatan social semenjak bekerja. Bertambah semakin dalam saat saya masih harus banyak berpikir untuk mengikuti screening donor darah Afaresis untuk mempersiapkan diri jadi pendonor yang siaga setiap saat. Jawaban itu juga menyadarkan saya bahwa selama ini kita terlena dengan kenyamanan karena rutinitas kita. Padahal masih banyak orang yang membutuhkan uluran tangan dan bantuan kita.

Memang, antara bisnis dan social masih terdapat jurang pemisah yang sangat dalam. Sehingga tidak mengherankan jika ada ungkapan “Nothing personal, it’s just business”. Namun, manusia tidaklah hidup sendiri, ada manusia-manusia lain di sekitarnya yang membutuhkan pertolongan. Bahkan, bukan tidak mungkin suatu saat kitalah yang butuh pertolongan orang lain. Termasuk dari mereka yang pernah kita beri pertolongan.
Akhirnya, kunci permasalahan ini adalah komunikasi. Bagaimana seseorang bisa bernegosiasi dengan orang yang mempekerjakannya agar dia bisa tetap melaksanakan fungsinya sebagai seorang relawan. Manusia bukan hanya butuh harta, mereka juga butuh kepuasan batin dan pahala amal sholeh, yang Insya Allah dapat diperoleh dengan menjadi seorang relawan. Insya Allah

Semoga bermanfaat
13 komentar: