Sekali lagi, artikel provokatif muncul di Blog Platform Kompasiana. Artikel berjudul Alhamdulillah Jembatan Kukar Runtuh seakan menyengat siapapun yang selalu berusaha melihat adanya hikmah yang bertebaran dalam kehidupan ini. Sang penulis dengan penuh arogansi mencibir pendekatan hikmah yang dianggapnya hanya "meninabobokan" manusia, termasuk yang menjadi korban. Lebih dari itu, sang penulis membenturkan antara rasionalitas dengan konsep hikmah tersebut. Seakan akan, pendekatan mencari hikmah dari peristiwa yang sudah terjadi dianggap tidak rasional dan tidak bersifat objektif. Penggunaan kata Alhamdulillah untuk sesuatu yang penuh rasa duka sangat tidak pada tempatnya dan terkesan melecehkan. Seharusnya, kata yang dipergunakan adalah Inna Lillahi wa inna ilaihi rajiun.
Apakah hikmah dan rasionalitas akan selalu berbentur bagai tokoh protogonis dan antagonis dalam film? Dapatkan hikmah dan rasio bergandeng tangan saling mengisi bahu membahu dalam kehidupan? Tentu saja seharusnya bisa, rasio adalah wilayah akal dan hikmah adalah wilayah rasa. Meminjam kata-kata Mas Ippho "Right" Santosa, rasio itu wilayah otak kiri serta rasa itu wilayah otak kanan. Kedua bagian itu sama sama anugerah dari Allah SWT yang sekaligus juga diamanahkan kepada kita semua. Orang yang senantiasa berpikir rasional tetap bisa mengambil hikmah dari kehidupan dan bukan berarti yang suka mengambil hikmah secara filosofis tidak bisa berpikir rasional. Pendekatan rasional dan hikmah dapat saling mengisi dan bersinergi satu sama lain.
Maka, diambil ataukah tidak, hikmah itu memang ada karena Allah SWT telah menetapkan demikian. Terkadang, hati yang keras dan ego yang sombong membuat mata seakan buta dari hikmah-hikmah yang bertebaran bak batu-batu permata ditumpahkan dari kotaknya. Hikmah memang terlalu berharga untuk dibiarkan begitu saja. Namun, bukan berarti kita mentolerir kesalahan terus menerus menoleransi kesalahan. Kesalahan, kelalaian dan kekeliruan yang telah terjadi tetap harus diperbaiki. Kerugian tetap harus diganti dan perbaikan tetap harus dilakukan. Memang akan menjadi salah jika hikmah dijadikan tameng atau perisai untuk melepaskan diri dari tanggung jawab yang seharusnya diemban. Hikmah itu sendiri harus dijadikan bagian dari upaya yang terus menerus dalam perjalanan kita memperbaiki diri sendiri. Hikmah yang hanya ditulis dan dicatat hanya akna menjadi prasasti yang mati, namun hikmah yang diamalkan akan menjadi catatan amal yang akan bersaksi di Hari Akhir nanti.
Note: posting telat, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Semoga bermanfaat
Apakah hikmah dan rasionalitas akan selalu berbentur bagai tokoh protogonis dan antagonis dalam film? Dapatkan hikmah dan rasio bergandeng tangan saling mengisi bahu membahu dalam kehidupan? Tentu saja seharusnya bisa, rasio adalah wilayah akal dan hikmah adalah wilayah rasa. Meminjam kata-kata Mas Ippho "Right" Santosa, rasio itu wilayah otak kiri serta rasa itu wilayah otak kanan. Kedua bagian itu sama sama anugerah dari Allah SWT yang sekaligus juga diamanahkan kepada kita semua. Orang yang senantiasa berpikir rasional tetap bisa mengambil hikmah dari kehidupan dan bukan berarti yang suka mengambil hikmah secara filosofis tidak bisa berpikir rasional. Pendekatan rasional dan hikmah dapat saling mengisi dan bersinergi satu sama lain.
Maka, diambil ataukah tidak, hikmah itu memang ada karena Allah SWT telah menetapkan demikian. Terkadang, hati yang keras dan ego yang sombong membuat mata seakan buta dari hikmah-hikmah yang bertebaran bak batu-batu permata ditumpahkan dari kotaknya. Hikmah memang terlalu berharga untuk dibiarkan begitu saja. Namun, bukan berarti kita mentolerir kesalahan terus menerus menoleransi kesalahan. Kesalahan, kelalaian dan kekeliruan yang telah terjadi tetap harus diperbaiki. Kerugian tetap harus diganti dan perbaikan tetap harus dilakukan. Memang akan menjadi salah jika hikmah dijadikan tameng atau perisai untuk melepaskan diri dari tanggung jawab yang seharusnya diemban. Hikmah itu sendiri harus dijadikan bagian dari upaya yang terus menerus dalam perjalanan kita memperbaiki diri sendiri. Hikmah yang hanya ditulis dan dicatat hanya akna menjadi prasasti yang mati, namun hikmah yang diamalkan akan menjadi catatan amal yang akan bersaksi di Hari Akhir nanti.
Note: posting telat, tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Semoga bermanfaat
10 komentar: